Selain itu, dalam dakwaan kedua, jaksa KPK menyebut Anas melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 20,880 miliar. Anas disebut membeli tanah di wilayah Duren Sawit, Jakarta Timur dan Yogyakarta dari uang hasil korupsi.
Dalam dakwaan ketiga, jaksa KPK menjerat Anas soal pencucian uang sebesar Rp 3 miliar yang bersumber dari Permai Group untuk pengurusan izin usaha pertambangan atas nama PT Arina Kota Jaya seluas 5 ribu - 10 ribu hektare di Kalimantan Timur.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Anas Urbaningrum terbukti bersalah seperti dalam dakwaan pertama dan kedua pada 24 September 2014. Majelis hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta saat itu.
Anas juga dihukum membayar uang pengganti Rp 57.592.330.580 dan USD 5.261.070 subsider dua tahun penjara. Sementara untuk dakwaan ketiga, hakim menilai tak terbukti.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperingan hukuman kepada Anas di tingkat banding. Hukumannya didiskon menjadi 7 tahun penjara saja sementara denda dan uang pengganti tetap.
Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung justru menambah berat hukuman terhadap Anas Urbaningrum. Majelis Hakim yang dipimpin oleh Artidjo Alkostar menyatakan menghukum Anas Urbaningrum 14 tahun penjara.
Artidjo cs juga menambahkan hukuman kepada Anas berupa pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik. Hukuman itu berlaku selama lima tahun usai Anas menyelesaikan masa hukuman penjara.
Anas kemudian mengajukan Peninjauan Kembali pada 2018. Di tingkat PK inilah MA kemudian kembali memotong hukuman Anas kembali menjadi 8 tahun penjara. Dia pun dinyatakan bebas murni pada Senin, 10 Juli 2023.
Rentetan korupsi ini tak hanya menjerat Anas Urbaningrum. Sejumlah kader Partai Demokrat lainnya pun ikut terseret seperti Andi Malarangeng, Muhammad Nazaruddin dan Angelina Sondakh. Ketiganya pun kini telah keluar penjara.