TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menyatakan telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) di kasus hoaks yang menyeret nama Denny Indrayana. SPDP itu diberikan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri pada 10 Juli 2023.
“Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung telah menerima SPDP dari Dittipitsiber Bareskrim,” kata Kepala Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana lewat keterangan tertulis, Kamis, 13 Juli 2023.
Ketut mengatakan SPDP tersebut terkait dengan peristiwa dugaan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individua tau kelompok masyarakat tertentu.
Selain itu, Ketut mengatakan SPDP tersebut juga terkait dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong. Perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 45A ayat (2) jo. Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Sebelumnya, Bareskrim Polri juga sudah membenarkan bahwa pihaknya menaikkan kasus ini ke penyidikan. “Kasus sudah tahap penyidikan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan. Ramadhan belum mengungkapkan apakah sudah ada penetapan tersangka dalam kasus ini.
Kasus ini bermula ketika Denny Indrayana membuat unggahan di media sosialnya. Denny mengatakan mendapatkan informasi bahwa Mahkamah Konstitusi akan memutuskan mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup atau sistem coblos partai. Dalam unggahannya, Denny menyebut bahwa akan ada 6 hakim yang mengabulkan gugatan itu dan 3 hakim menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion.
Saat itu, MK memang tengah mengadili gugatan terhadap Undang-Undang Pemilu, khususnya mengenai sistem proporsional tertutup. Belakangan, dalam putusannya MK menolak gugatan tersebut dan tetap mempertahankan sistem proporsional Pemilu.
Pernyataan dari Denny itu menuai beragam respons. Delapan fraksi di DPR misalnya, langsung menyatakan menolak apabila MK mengembalikan sistem Pemilu ke jaman Orde Baru itu. Sementara, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md menganggap pernyataan Denny merupakan tindakan membocorkan rahasia negara. Dia meminta polisi mengusut dugaan kebocoran dokumen di kasus ini. Setelah pernyataan itu, benar saja ada seseorang yang melaporkan Denny ke polisi.
Denny Indrayana dalam sejumlah kesempatan membantah telah membocorkan rahasia negara. Dia mengatakan mendapatkan informasi itu bukan dari lingkungan MK, baik hakim konstitusi maupun pegawai lainnya di MK. “Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK. Padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK,” kata Denny Indrayana.
ROSSENO AJI | ADE RIDWAN | EKA YUDHA
Pilihan Editor: Pilpres 2024, Begini Peta Persaingan Capres Hasil Survei Terbaru LSI