TEMPO.CO, Surakarta - Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surakarta, Jawa Tengah menertibkan spanduk berisi seruan people power yang ada di sejumlah titik, khususnya di ruas jalan utama Solo. "Ini kegiatan rutin, ketika melihat di kawasan tertib ada pelanggaran ya diturunkan, gitu aja," kata Kepala Satpol PP Kota Surakarta Arif Darmawan dikutip Antara, Rabu, 5 Juli 2023.
Ia mengatakan ada sekitar 32 spanduk dan MMT (banner) yang ditertibkan oleh Satpol PP. Arif mengaku isi konten bukan alasan utama dilakukan pencopotan. "Satu, itu dipasang di kawasan tertib. Yang kedua itu dipasang di pohon. Kami tidak melihat pada kontennya tapi itu dipasang tidak pada tempatnya, dipasang Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Slamet Riyadi, di pohon-pohon, itu nggak boleh," katanya.
Menurut dia penertiban tidak hanya dilakukan oleh petugas Satpol PP tetapi juga Linmas dan Kesbangpol Kota Surakarta. "Jadi wilayah yang ada kami minta untuk melaporkan, kalau Satpol PP belum menjangkau maka Linmas bisa menurunkan. Ini rutin dilakukan, Satpol otomatis ketika patroli di kawasan tertib ada pelanggaran langsung kami tertibkan," katanya.
Jika ada pihak-pihak yang ingin memasang spanduk, kata dia, bisa menghubungi instansi terkait sehingga diarahkan ke tempat yang diperbolehkan. "Silakan kalau mau pasang hubungi DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) atau pemerintah terkait dengan ada kawasan sosial yang bisa diakses. Kalau tidak di tempatnya langsung kami turunkan," katanya.
Meski bukan hal baru, istilah people power kembali diucapkan oleh politikus gaek Amien Rais dalam kegiatan dialog nasional bertema “Rakyat Bertanya Kapan People Power” di Gedung Umat Islam Kartopuran, Solo, Ahad, 11 Juni 2023 lalu. Acara itu dilaksanakan oleh ormas Megabintang pimpinan tokoh senior Mudrick Sangidoe.
Dalam tayangan video di Youtube yang diunggah Amien Rais Official, Ketua Majelis Syuro Partai Ummat itu berkata dalam paparannya, “Saya telah mendengar beberapa masukan belakangan ini bahwa diperlukan people power.”
Amien mengatakan UUD telah mengatur bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang. Sehingga bila MPR, DPR dan DPD sudah ndlosor (tengkurap), serta Presiden Jokowi sudah ‘mendung,’ maka perlu dilengserkan.
“Jadi pada para intel yang hadir di sini, laporkan pada Jokowi bahwa kita sudah bersepakat Insyaallah akan menggelar people power. Tapi people power yang tak meneteskan darah. Jadi tak usah bakar-bakar ban, tak usah lempari gedung pemerintah, tapi semua turun minta Presiden Jokowi step down, you are not functioning a good president,” ujarnya.
Istilah People Power
Dalam beberapa literatur disebutkan istilah people power pertama kali populer sejak rakyat Filipina turun ke jalan melakukan protes besar-besaran dan berhasil meruntuhkan kekuasaan Presiden Ferdinand Marcos pada 1986.
Di Indonesia unjuk rasa besar-besaran dan yang berujung pada lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 juga sering dimaknai sebagai people power. Meskipun pada 1966 Presiden Sukarno juga turun tahta akibat tekanan massa pengunjuk rasa, namun istilah people power belum dipakai.
Istilah people power diartikan dengan kekuatan rakyat. Rakyat berupaya mengumpulkan kekuatan untuk melawan dan melakukan protes atas kesewenangan-wenangan yang dilakukan penguasa. People power merujuk pada gerakan massa yang non-kekerasan untuk menggulingkan pemerintahan yang diktator dan otoriter.
Selain Filipina dan Indonesia people power juga pernah terjadi di Jerman, Georgia, Cekoslovakia, dan beberapa negara timur tengah. Bila mengacu pada definisinya, people power sebenarnya sudah terjadi sejak zaman Yunani Kuno. Massa dengan skala besar berunjuk rasa di depan senat pada waktu itu. Aksi rakyat ini biasanya mereka lakukan jika ada kebijakan senat yang dianggap tidak sesuai dan menyimpang.
Di Indonesia ekspresi unjuk rasa sebagai saluran protes telah diatur dalam Peraturan Kapolri No.09 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Tetapi bila tujuannya untuk menggulingkan kekuasaan, pelakunya akan berhadapan dengan Undang-undang Hukum Pidana Pasal 104, 106, dan 107 pada putusan MK No.7/PUU-XV/2017 tentang Perbuatan Makar. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan telah memfatkawan bahwa people power menjadi haram hukumnya jika dilakukan secara paksa untuk mengubah sesuatu yang sudah menjadi kesepakatan nasional dan sah di mata UUD 1945.
Pilihan Editor: Petualangan Politik Amien Rais, Ikut Gulingkan Orde Baru hingga Dirikan Partai Ummat