Boyamin mengatakan sikap Dewas KPK dalam pemeriksaan dua laporan ini berbeda dengan penanganan perkara sebelumnya. Misalnya mengenai dugaan gratifikasi tiket MotoGP yang melibatkan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dan dugaan gaya hidup mewah Firli Bahuri di kasus helikopter. Menurut dia, saat itu Dewas sangat terbuka mengenai perkembangan pemeriksaan dua laporan tersebut.
“Kalau sekarang Dewas seperti kucing-kucingan,” kata Boyamin.
Menurut Boyamin, dari indikasi-indikasi itu dirinya memprediksi Dewas KPK bakal menyatakan bahwa tidak ditemukan cukup bukti pelanggaran untuk melanjutkan kasus ini ke tahap sidang etik.
“Saya memprediksi tidak akan berlanjut ke sidang etik dengan alasan tidak cukup bukti,” kata dia.
ICW sebut Dewas harus berikan hukuman lebih berat kepada Firli
Senada dengan Boyamin, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya juga menyatakan pesimistis. Dia mengatakan melihat dari keputusan-keputusan sebelumnya, Dewas selalu memberikan sanksi ringan kepada pimpinan KPK yang melakukan pelanggaran etik.
“Selama ini penegakan etik justru terkesan melindungi Firli,” kata dia.
Meski pesimis, Diky tetap mendesak agar Dewas KPK bisa menjatuhkan sanksi berat kepada Firli Bahuri. Menurut dia, berdasarkan Pasal 11 Ayat 2 Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020, insan KPK yang lebih dari sekali melakukan pelanggaran etik, maka hukumannya harus satu tingkat lebih berat ketimbang sanksi yang pernah dijatuhkan sebelumnya.
“Artinya tidak ada alasan untuk dewas untuk tidak menjatuhkan sanksi berat berupa mendesak saudara Firli mengundurkan diri,” kata dia.