TEMPO.CO, Jakarta -Eks Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak sering mengundang pimpinan partai politik, apalagi jika membahas Pilpres 2024. Menurut Din, sikap Jokowi itu jauh dari kata negarawan.
Din mengatakan Jokowi sudah bukan cawe-cawe lagi, melainkan ikut mengatur. Ia menyebut masih ada waktu untuk mengoreksi hal tersebut.
“Sebaiknya Pak Jokowi jangan sering mengundang parpol, apalagi yang dibicarakan Pilpres. Jadi ini bukan cawe-cawe lagi, tapi sudah ngatur,” kata Din di kediamannya, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa, 23 Mei 2023.
Pernyataan Din dilontarkan menanggapi adanya gelagat praktik politik yang bersifat merusak, yakni politik penjegalan. Sebagai pendukung bakal calon presiden Anies Baswedan, Din mengaku merasakan upaya penjegalan itu baik terhadap Anies maupun Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
Din menjelaskan, pihak yang melakukan politik penjegalan ini mencoba mencari kesalahan lawan untuk mendiskreditkan lawan politik. Ia mengecam upaya penjegalan ini karena jauh dari etika politik.
“Saya berpesan hentikan cara-cara demikian, siaplah bersaing dengan adil dan jujur. Saya memperingatkan pemegang kekuasaan sekarang jangan melibatkan diri dalam politik pencapresan,” kata dia.
Presiden Jokowi sudah dua kali kumpul bersama parpol pendukung pemerintah, kecuali NasDem yang sudah mendeklarasikan Anies sebagai capres. Pertemuan pertama digelar di Kantor DPP PAN pada Ahad, 2 April 2023 lalu.
Kala itu, Jokowi menghadiri acara silaturahmi dengan ketua umum partai politik pendukung pemerintah. Ketua umum yang hadir di antaranya, Ketua Umum PAN Zukifli Hasan; Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto; Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar; Ketum Partai Persatuan Pembangunan M. Mardiono; dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Adapun pada Selasa malam, 2 Mei 2023, Presiden Jokowi mengumpulkan para Ketua Umum parpol koalisi pemerintah, tanpa Partai NasDem, di Istana. Jokowi mengatakan alasan tidak mengundang NasDem karena sudah punya koalisi sendiri, yakni Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto membantah jika pertemuan antar Ketum parpol itu mendiskusikan politik praktis. Menurut dia, Presiden dan para Ketum lebih banyak mendiskusikan kesinambungan kebijakan ke depan.
“Dan itu hal yang wajar seorang pemimpin berbicara tentang bagaimana kepemimpinan di masa depan agar terjadi kesinambungan,” kata Hasto di Gelora Bung Karno, Jakarta, Senin, 8 Mei 2023.
Untuk mewujudkan kesepahaman ihwal kesinambungan itu, kata Hasto, maka dialog antar para Ketum parpol bersama Presiden diperlukan. Oleh sebab itu, mereka dikumpulkan di Istana.
Kendati demikian, ia menampik jika persamuhan itu turut membahas sosok kandidat calon presiden maupun calon wakil presiden pada Pilpres 2024. Ia mengatakan Presiden dan para Ketum Parpol cenderung membahas bonus demografi hingga rencana pemindahan Ibu Kota Negara.
“Kami sejak awal sudah banyak pengalaman dalam membedakan mana urusan politik praktis, mana urusan terkait kepentingan bangsa dan negara,” kata dia.
Pilihan Editor: Saat Presiden PKS Goda Din Syamsuddin Jadi Cawapres Anies Baswedan