Bivitri mengatakan kepala daerah memiliki peran krusial dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Menurut dia, pemilihan kepala daerah yang tidak demokratis akan memicu potensi munculnya pemilu yang tidak demokratis juga. Dia mengatakan pihak yang ingin menang dalam Pilpres dapat menggerakan penjabat kepala daerah itu untuk mendukungnya. Si kepala daerah, kata dia, pada akhirnya bisa menggerakan birokrasi di bawahnya untuk memenangkan si calon.
“Jadi kuncinya ada di kepala daerah, kuncinya itu apa, yakni fasilitas dan banyak urusannya dengan konflik kepentingan dan sebagainya,” kata dia.
Menurut dia, pengaruh penjabat kepala daerah terhadap hasil pemilu juga akan besar karena birokrasi di Indonesia yang masih bersifat komando. Menurut dia, karakter birokrasi komando berarti bawahan tidak akan mungkin untuk menolak perintah atasan.
“Tidak mungkin bilang tidak siap apabila diperintah atasannya, itu yang harus kita lihat dari permasalahan penunjukkan pj kepala daerah ini,” kata dia.
Penunjukan pj kepala daerah dilakukan lantaran adanya pemilihan kepala daerah atau pilkada serentak pada November 2024. Di sisi lain, ada sebagian kepala daerah yang masa jabatannya sudah habis sebelum November sehingga harus diisi oleh penjabat. Pada 2022-2023, ada 271 pj kepala daerah yang ditunjuk mengisi kekosongan itu.
Salah satu penjabat kepala daerah yang kerap mendapatkan kritik adalah Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Heru yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Sekretariat Presiden tersebut dianggap kerap membongkar berbagai kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang dia gantikan. Langkah Heru untuk menghapus jejak Anies itu pun dinilai terkait dengan sikap Presiden Jokowi yang tak merestui mantan Menteri Pendidikan itu maju pada Pilpres 2024.