TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah menetapkan Presiden Direktur PT Amarta Karya Catur Prabowo dan Direktur Trisna Sutrisna sebagai tersangka dalam kasus korupsi subkontraktor proyek fiktif. KPK menduga keduanya telah menggasak uang perusahaan yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut dalam 60 proyek.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan keduanya merencanakan mendapatkan uang melalui subkontraktor fiktif tersebut. Hingga pada tahun 2018, ia mengatakan, keduanya kemudian membentuk beberapa CV fiktif yang berperan sebagai vendor berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya.
“Dan hal itu sepenuhnya atas sepengetahuan tersangka CP dan TS,” kata Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Kamis 11 Mei 2023.
Berdasarkan penelusuran KPK, kata Tanak, ada dugaan vendor fiktif tersebut sudah melakukan pekerjaan terhadap 60 proyek yang digarap oleh PT Amarta Karya. Ia mencontohkan tiga diantaranya adalah pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun Pulo Jahe, pembangunan laboratorium bio safety level 3 Universitas Padjadjaran, hingga pengadaan konstruksi pembangunan gedung olahraga Universitas Negeri Jakarta.
“Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 46 miliar,” ujar dia.
Modus korupsinya
Johanis Tanak juga membeberkan bagaimana modus kedua tersangka tersebut dalam memperoleh uang dari bancakan subkontraktor fiktif. Ia mengatakan agar subkontraktor fiktif mereka mendapat kucuran anggaran, maka dikeluarkan Surat Perintah membayar atau SPM atas sepengetahuan Catur Prabowo dan Trisna Sutisna.
“Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor tersebut, tersangka CP selalu memberika disposisi ‘lanjutkan’,” ujar dia.
Selain itu, Tanak mengatakan buku rekening, bongol cek, dan kartu ATM perusahaan fiktif selalu didalam pengawasan staf akuntansi PT Amarta Karya yang menjadi kepercayaan Catur Prabowo dan Trisna Sutisna.
“Agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan tersangka CP,” kata Tanak.
Hasil korupsi untuk keperluan pribadi dan membayar kredit
Tanak mengatakan dari perbuatan Catur Prabowo dan Trisna Sutisna tersebut setidaknya negara berpotensi mengalami kerugian hingga Rp 46 miliar. Selain itu, kata dia, uang hasil korupsi keduanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan pribadi seperti membayar tagihan kredit.
"Saat ini Tim Penyidik masih terus menelusuri adanya penerimaan uang maupun aliran sejumlah uang ke berbagai pihak terkait lainnya," ujar dia.
Untuk mempermudah proses penyidikan, kata Tanak, Trisna Sutisna ditahan di Rutan KPK pada Markas Komando Puspomal. Sementara itu, ia menambahkan Catur Prabowo tidak hadir dalam pemanggilan tersabgka dengan alasan sakit.
“KPK mengingatkan tersangka CP agar hadir pada penjadwalan pemanggilan berikutnya dari tim penyidik,” ujarnya.
PT Amarta Karya merupakan BUMN yang sudah berdiri sejak 1962. Perusahaan ini awalnya bergerak di bidang pembuatan konstruksi baja. Seiring perjalanan, perusahaan ini memperluas lini bisnisnya menjadi konstruksi di bidang pekerjaan sipil, listrik dan mekanik. Saat ini lini perusahaan tersebut fokus pada pengembangan manufaktur, infrastruktur, gedung, EPC (Engineering-Procurement-Construction) dan properti.