TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang petinggi PT Amarta Karya atas dugaan pengadaan subkontraktor fiktif. Mereka adalah Direktur Utama Catur Prabowo dan Direktur Keuangan Trisna Sutisna.
Dalam kesempatan itu, KPK menahan Trisna Sutisna. Adapun Catur belum ditahan karena sakit.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan konstruksi perkaranya bermula pada tahun 2018. Ia menjelaskan pada tahun tersebut, dibentuklah badan usaha fiktif sebagai vendor yang akan menerima transaksi pembayaran dan kegiatan PT Amarta Karya.
"Dan hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan tersangka CP dan Tersangka TS," kata Tanak pada Kamis 11 Mei 2023.
Tanak melanjutkan agar anggaran dapat dikucurkan, Catur Prabowo menggunakan disposisi lanjutkan yang dibarengi dengan penerbitan Surat Perintah Membayar atau SPM. Ia menambahkan SPM tersebut dibarengi dengan menyertakan tanda tangan dari Trisna Sutisna.
"Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang oleh staf bagian akuntansi PT AK Persero yang menjadi orang kepercayaan dari tersangka CP dan tersangka TS agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan tersangka CP," kata dia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Hasil kejahatan diduga digunakan untuk kebutuhan pribadi dan bayar kredit
Catur Prabowo, kata Tanak, beserta Trisna Sutisna diduga setidaknya telah mengadakan 60 proyek melalui proyek fiktif yang mereka buat. "Beberapa di antaranya adalah pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun Pulo Jahe, Jakarta Timur, pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta, dan pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjajajran," ujar Tanak.
Tanak mengatakan dari perbuatan Catur Prabowo dan Trisna Sutisna tersebut setidaknya negara berpotensi mengalami kerugian hingga Rp 46 miliar. Selain itu, kata dia, uang hasil korupsi keduanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan pribadi seperti membayar tagihan kredit.
"Saat ini Tim Penyidik masih terus menelusuri adanya penerimaan uang maupun aliran sejumlah uang ke berbagai pihak terkait lainnya," ujar dia.
Pilihan Editor: Kasus Wali Kota Bandung Yana Mulyana, KPK Periksa Sekda hingga Anggota DPRD