Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Memperkuat Anggaran Kesehatan

image-gnews
Iklan

INFO NASIONAL – Pembahasan RUU Kesehatan terus berlanjut. Pembahasan beberapa pasal sudah diselesaikan, namun ada beberapa pasal yang ditunda pembahasannya karena masih belum ada titik temu antara Pemerintah dan Panja Komisi IX DPR RI.

Salah satu pasal yang mengalami penundaan pembahasan adalah perihal Pembiayaan Kesehatan. Pemerintah berkeinginan menghapus Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengamanatkan Pemerintah mengalokasikan minimal 5 persen APBN dan minimal 10 persen APBD untuk Kesehatan di luar gaji.

Mengacu pada Pasal 171 ayat (3)-nya, besaran anggaran kesehatan tersebut diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarannya sekurang-kurangnya dua pertiga dari anggaran kesehatan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pada Penjelasan Pasal 171 ayat (3) menjelaskan tentang “kepentingan pelayanan publik” itu adalah pelayanan kesehatan baik pelayanan preventif, pelayanan promotif, pelayanan kuratif, dan pelayanan rehabilitatif yang dibutuhkan masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatannya. Biaya tersebut dilakukan secara efisien dan efektif dengan mengutamakan pelayanan preventif dan pelayanan promotif dan besarnya sekurang kurangnya dua pertiga dari APBN dan APBD.

Kewajiban alokasi APBN dan APBD untuk pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, ini merupakan amanat Pasal 170 ayat (1) UU No. 36 tahun 2009.

Pemerintah sepertinya merasa terbebani dengan Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) sehingga berkeinginan menghapus Pasal tersebut di RUU Kesehatan. Dengan penghapusan tersebut maka Pemerintah Pusat dan Pemda akan menetapkan alokasi APBN dan APBD untuk pembiayaan Kesehatan “sekendaknya” dengan mengabaikan kebutuhan pelayanan Kesehatan seluruh rakyat Indonesia.

Menurut saya, keinginan Pemerintah untuk menghapus Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 di RUU Kesehatan akan berdampak pada, pertama, Pemerintah akan melanggar isi TAP MPR no. X/MPR/ 2001, yang merupakan rujukan hadirnya Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009. Ketetapan MPR no. X/MPR/2001 di Point 5a huruf 4 berbunyi : Menugaskan kepada Presiden untuk mengupayakan peningkatan anggaran kesehatan 15 persen dari APBN. Dari amanat TAP MPR ini dibagi antara alokasi dari APBN minimal 5 persen dan alokasi dari APBD minimal 10 persen.

Bila RUU Kesehatan mengakomodir penghapusan Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) tersebut maka RUU Kesehatan telah bertentangan dengan TAP MPR no. X/MPR/2001. Mengacu pada Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan (UU PPP), kedudukan hierarki hukum TAP MPR di atas UU, sehingga isi UU tidak boleh bertentangan dengan TAP MPR.

Kedua, saat ini Pak Menteri Kesehatan sedang mengkampanyekan 6 pilar transformasi kesehatan, yang tentunya untuk mendukung transformasi tersebut akan membutuhkan dukungan dana yang besar. Namun dengan keinginan menghapus Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) maka implementasi 6 pilar transformasi Kesehatan akan terkendala nantinya. Implementasi 6 pilar transformasi Kesehatan membutuhkan anggaran yang besar tentunya.

Selaras dengan revisi UU BPJS yang memposisikan BPJS bertanggungjawab ke Presiden melalui Menteri Kesehatan, disertai adanya penugasan khusus dari Menkes, serta laporan BPJS Kesehatan harus melalui Menkes, maka ada potensi pelaksanaan 6 pilar transformasi Kesehatan dibiayai menggunakan dana iuran JKN. Tanggungjawab pembiayaan 6 pilar transformasi Kesehatan oleh APBN dan APBD akan digeser ke dana iuran JKN, yaitu menggunakan dana amanat yang merupakan dana gotong royong dari seluruh peserta JKN.

Penggunaan dana iuran JKN harus difokuskan pada pembiayaan Kesehatan bagi peserta JKN, bukan untuk membiayai program-program yang menjadi tanggungjawab APBN dan APBD seperti pembiayaan 6 pilar transformasi Kesehatan.

Ketiga, dihapuskannya Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) menjadi ancaman bagi rakyat miskin untuk mengakses layanan Kesehatan dengan program JKN, yaitu jumlah peserta PBI yang dibiayai iurannya dari APBN dan APBD akan dikurangi. Di tahun 2022 lalu saja, jumlah masyarakat miskin yang dijamin JKN sebesar 90 juta orang, dari total kuota 96,8 juta orang. Dan jumlah ini akan berpotensi menurun tiap tahunnya. Penonaktifan sepihak masyarakat miskin peserta PBI yang dibiayai APBN maupun APBD akan terus terjadi, dengan alasan utama “penghematan” APBN dan APBD.

Saya mendesak Panja Komisi IX DPR RI yang membahas RUU Kesehatan menolak keinginan Pemerintah untuk menghapuskan Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Saat ini masih banyak Pemda yang belum mengalokasikan minimal 10 persen APBD untuk Kesehatan, oleh karenanya justru yang harus diatur lebih jelas dan tegas di RUU Kesehatan adalah sanksi bagi Pemda yang melanggar amanat ini. Penting sekali memperkuat anggaran Kesehatan untuk melaksanakan transformasi Kesehatan.

Saya juga mendesak agar Panja Komisi IX DPR RI mengeluarkan UU BPJS dan UU SJSN dari pembahasan di RUU Kesehatan, dengan dasar argumentasi yuridis mengacu pada Pasal 97A (dan Penjelasannya) UU No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua UU PPP. Bahwa UU SJSN dan UU BPJS telah direvisi di UU Cipta Kerja (omnibus law) sehingga bila ada keinginan untuk merevisi UU SJSN dan UU BPJS maka yang direvisi UU tersebut, bukan direvisi di RUU Kesehatan.

Pelaksanaan dan pengelolaan jaminan sosial dengan mengacu pada UU BPJS masih relevan hingga saat ini, yang bisa memastikan pengelolaan dana iuran JKN dan iuran program jaminan sosial ketenagakerjaan secara independent dan professional dengan mengacu pada sembilan prinsip sistem jaminan sosial nasional, yang diabdikan untuk kepentingan peserta.

Terkait dengan revisi UU SJSN di RUU Kesehatan, seharusnya materi revisi bisa dituangkan dalam revisi Perpres no. 82 tahun 2018, bukan di RUU Kesehatan. Tentunya kebutuhan pelayanan Kesehatan akan terus dinamis sehingga penting adanya kemudahan dalam merevisi regulasi nantinya.

*Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch/Pengurus OPSI-KRPI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Perjalanan Politik Nikson Nababan Menuju Gubernur Sumatera Utara

5 jam lalu

Perjalanan Politik Nikson Nababan Menuju Gubernur Sumatera Utara

April yang lalu, suasana kediaman Tuan Guru Batak (TGB) Syekh Dr. H. Ahmad Sabban El-Ramaniy Rajagukguk, M.A di Simalungun menjadi saksi pertemuan penting antara Nikson Nababan, Ketua DPC PDI Perjuangan Tapanuli Utara, dengan tokoh agama yang berpengaruh.


Bamsoet Apresiasi Gelaran Art Jakarta Gardens 2024

6 jam lalu

Bamsoet Apresiasi Gelaran Art Jakarta Gardens 2024

Bambang Soesatyo mengapresiasi terselenggaranya Art Jakarta Gardens 2024 di Hutan Kota, Plataran mulai 23-28 April 2028.


Pemda Sumbawa Bangun 3 TPA dan 11 TPS Terpadu

7 jam lalu

Pemda Sumbawa Bangun 3 TPA dan 11 TPS Terpadu

Pemerintah Kabupaten Sumbawa, membangun 3 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan 11 Tempat Pengolahan Sampah (TPS) Terpadu, sebagai upaya untuk meningkatkan pengelolaan sampah.


DLH Sumbawa Tambah Sarpras Penanganan Sampah

7 jam lalu

DLH Sumbawa Tambah Sarpras Penanganan Sampah

Pemerintah Kabupaten Sumbawa melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), terus melakukan upaya dalam penanganan sampah.


Bantu Desain Ulang Kemasan, Upaya Kemensos Keluarkan Pelaku UMKM dari Kemiskinan

8 jam lalu

Bantu Desain Ulang Kemasan, Upaya Kemensos Keluarkan Pelaku UMKM dari Kemiskinan

Sebanyak 11 ribu orang telah keluar dari kemiskinan. Di bulan ini, ada sekitar 4.000 orang keluar dari kemiskinan


Ketua MPR Terima Aspirasi APLI tentang Direct Selling di Lokapasar

8 jam lalu

Ketua MPR Terima Aspirasi APLI tentang Direct Selling di Lokapasar

Bamsoet berpendapat keberpihakan terhadap pelaku industri direct selling sangat penting. Ekosistem ini mampu membuka lapangan lebih dari delapan juta tenaga kerja sebagai distributor.


Ketua Umum IMI Dukung Adventure Offroad di Kebumen

9 jam lalu

Ketua Umum IMI Dukung Adventure Offroad di Kebumen

Kejuaraan ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan para offroader sehingga mampu menaklukan berbagai lintasan yang berat.


Wali Kota Padang, Kepala BNPB, dan Gubernur Sumbar Tanam 100 Pohon Cemara Laut

9 jam lalu

Wali Kota Padang, Kepala BNPB, dan Gubernur Sumbar Tanam 100 Pohon Cemara Laut

Peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional (HKBN) 2024 dimulai dengan penanaman 100 pohon cemara laut secara simbolis oleh Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto


Kota Padang Kuatkan Fase Prabencana pada Peringatan HKBN

9 jam lalu

Kota Padang Kuatkan Fase Prabencana pada Peringatan HKBN

Pemerintah Kota Padang memperkuat fase Pra bencana guna meminimalisir kerusakan dan korban bencana.


BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

10 jam lalu

Anggota Komisi VI DPR RI Siti Mukaromah saat diwawancarai Parlementaria usai mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi VI DPR RI di Denpasar. Foto: Husen/vel
BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.