INFO NASIONAL - Kedaireka adalah program pendanaan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi yang melibatkan insan perguruan tinggi dan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI) untuk bersama-sama terlibat dalam menjawab tantangan di dalam dunia industri serta membentuk ekosistem Merdeka Belajar-Kampus Merdeka.
Salah satu penerima manfaat Matching Fund-Kedaireka 2022 adalah Pither Yesend Boimau, S.TP.,M.Si dari Universitas Karyadarma, Kupang. Ia berprofesi sebagai dosen dan peneliti di Program Agroteknologi Universitas Karyadarma.
Sejumlah penelitiannya seputar Agroteknologi dan pengabdian masyarakat. Salah satunya adalah penelitian berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Nelayan di Nusa Tenggara Timur untuk Mendukung Industri Pariwisata Super Premium International Labuan Bajo di Era New Normal Life”.
Dalam penelitan tersebut, Pither memimpin proyek rekacipta yang mengangkat topik/kegiatan inovasi tunnel fish dryer berbasis kearifan lokal tradisi Bakar Batu. Proyek ini berkolaborasi dengan mitra dari dunia usaha/dunia industri (DUDI) yakni CV Morris Benedetto.
Proyek rekacipta yang dibuat Pither memungkinkan terobosan dalam mencapai kualitas produk ikan yang diinginkan sembari mengurangi ketergantungan terhadap energi panas dari kayu bakar. Inovasi ini memanfaatkan potensi batu andesit yang memiliki karakter penghantar serta cadangan energi panas yang baik dalam proses pengeringan ikan.
“Jadi, dalam proses pengeringan kita hanya menggunakan kayu bakar sebanyak 50 persen dari biasanya, karena setengahnya lagi menggunakan panas cadangan yang tersimpan dalam batu andesit, inilah kebaruan dari inovasi ini” kata dia.
Pada prosesnya, batu andesit yang dibakar dimasukan kedalam tunnel yang kemudian menghasilkan uap panas yang menjadi sumber energi dalam proses pengeringan ikan di dalam mesin tersebut. Proses pengeringan yang dilakukan yakni dua Jam pertama bakar pakai kayu api, lalu sebagian panas disedot menggunakan blower masuk ke ruang pengering, sementara sebagiannya lagi diserap dan tersimpan pada batuan Andesit yang ada di tunnel pembakaran.
“Setelah dua jam, pembakaran dari kayu api dihentikan, lalu kran hisap dibuka untuk mendapatkan panas dari batu andesit secara langsung ke ruang pengering. Prosesnya memakan waktu kurang lebih hingga tiga jam, dan jika suhu sudah berkurang kita tambahkan lagi pembakaran menggunakan kayu api satu sampai dua jam, kemudian perlakukan hal yang sama menggunakan batu andesit hingga ikan dalam oven pengering benar-benar telah kering.”
Dengan mekanisme tunnel serta kapasitas yang mampu mencapai hingga dua ton, kehadiran inovasi ini dapat membantu nelayan lokal meningkatkan kualitas produk ikan, aspek higienis, serta mengurangi ketergantungan sumber energi panas dari kayu bakar.
Pither berterima kasih dengan kehadiran program Kedaireka. Pasalnya, para akademisi dan peneliti dari berbagai tingkat akreditasi universitas memiliki peluang untuk dapat bekerja sama dengan DUDI dalam menghasilkan inovasi yang mampu memberikan kontribusi positif pada masyarakat.
“Matching Fund-Kedaireka telah membantu program kami, di kampus yang tergolong muda ini, untuk menemukan solusi dari permasalahan mitra sekaligus menghadirkan inovasi untuk menyelesaikan persoalan di bidang ekonomi hijau. Terutama untuk membantu nelayan lokal dalam meningkatkan kualitas produk dan mengurangi ketergantungan sumber energi panas,” tuturnya.
Ia pun mengaku bangga. Walau kampusnya tergolong perguruan tinggi yang masih muda, kampusnya tak ketinggalan pada sisi riset dan inovasi, bahkan ingin terus bersaing dengan perguruan tinggi papan atas di Indonesia.
“Universitas Karyadarma Kupang telah membuktikan bahwa apa yang disampaikan oleh Mas Menteri (Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim) bahwa akreditasi dan usia perguruan tinggi bukan jaminan utama, namun yang terpenting adalah kemampuan perguruan tinggi tersebut dalam mengelola dan mendorong sumber daya manusia yang unggul untuk menghasilkan inovasi kolaborasi yang menjawab kebutuhan masyarakat,” kata Pither. (*)