Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan manuver pemerintah Jokowi menerbitkan Perppu Ciptakerja dan kemudian disusul pengesahannya sebagai UU Ciptakerja oleh DPR RI, merupakan serangan brutal terhadap prinsip negara hukum.
"Dalam hukum disebut bikin Perpu harus ada emergency, harus darurat. Ini dimana daruratnya?," ujarnya saat ditemui di depan Gedung DPR RI, Ahad, 26 Maret 2023.
Isnur memaparkan bagaimana proses Perpu Cipta Kerja tersebut disusun dan diperbaiki lebih dari setahun oleh pemerintahan Presiden Jokowi. Selain itu, dia juga menyinggung soal langkah DPR yang baru menyetujui perpu tersebut tiga bulan setelah diterbitkan pemerintah.
"Tidak ada sama sekali kedaruratannya," ujarnya.
Isnur pun menilai Perpu Cipta Kerja turut menyerang demokrasi di Indonesia. Dia menilai pemerintah dan DPR RI tak lagi mendengarkan suara rakyat, kepentingan rakyat, kehendak rakyat, pelindungan rakyat serta kemanusian dan keadilan. Menurut dia, pemerintah dan DPR lebih mendahulukan kepentingan investor.
"Kepentingan penanam modal, kepentingan cukong, kepentingan uang," ucapnya.
Alasan yang diajukan pemerintah bahwa Perpu tersebut lahir untuk menjawab tantangan ekonomi global, menurut Isnur, merupakan bukti bahwa pemerintah saat ini otoriter. Wacana-wacana atau dalil mendesak yang dikeluarkan pemerintah menggolkan UU Ciptakerja ini menurut YLBHI mengada-ada.
"Justru pemerintah membuat dalil dan argumentasi seakan darurat. Dengan kondisi mengada-adanya emergency itu, menunjukan ciri bagian negara ototarian," kata Isnur.
Dia menambahkan, UU Cipta Kerja menyerang Hak Asasi Manusia (HAM). Pasalnya, dengan undang-undang tersebut, maka hak hidup, hak pekerjaan, hak tempat tinggal, hak sejahteraan para buruh bisa hilang kapan pun.
"Kapan pun bisa renggut, kapanpun bisa dirampas," ujarnya.
Polemik Perpu Cipta Kerja
Pengesahan Perpu Cipta Kerja menjadi undang-undang pada pekan lalu mengundang polemik. Pasalnya, pengesahan perpu itu dinilai sebagai bentuk dari ketidakpatuhan pemerintah dan DPR terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan UU Cipta Kerja inskonstitusional terbatas.
Dalam putusannya, MK memerintahkan pemerintah dan DPR untuk melakukan perbaikan terhadap UU Cipta Kerja, terutama dalam hal proses pembentukannya yang dinilai tidak melibatkan masyarakat luas.
Alih-alih mematuhi putusan MK itu, Presiden Jokowi malah menandatangani Perpu Cipta Kerja pada akhir Desember 2022. Polemik lain pun menyusul karena alasan pemerintah soal kegentingan memaksa dianggap mengada-ada.
Tak hanya itu, DPR pun ternyata gagal mengesahkan UU Cipta Kerja dalam masa sidang sebelumnya. Padahal, dalam UUD 1945 tertulis jelas bahwa sebuah Perpu harus disahkan dalam masa sidang berikutnya.