TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Sekretariat Negara diminta turun tangan menangani kisruh pengelolaan Taman Legenda Keong Mas, Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Saat ini, kisruh pengelolaan Taman Legenda Keong Emas tersebut tengah terjadi antara pengelola baru TMII, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (PT TWC) dengan PT Cipta Loka Kamayangan (PT CLK) selaku pengelola Taman Legenda Keong Emas.
Kisruh antara keduanya itu membuat Taman Legenda Keong Emas TMII tidak bisa beroperasi sejak 1 Maret 2023 karena PT TWC memutus aliran listrik.
"Penutupan akses dan penghentian supply utilitas ini disinyalir karena keberatan PT CLK selaku pengelola Taman Legenda Keong Emas atas usulan perjanjian baru yang ditawarkan oleh PT TWC," ujar Direktur PT CLK Alexander dalam keterangannya, Jumat, 10 Maret 2023.
Kronologi kisruh
Kisruh pengelolaan Taman Legenda Keong Mas ini berawal saat PT TWC ditunjuk Kementerian Sekretariat Negara untuk mengelola TMII dan membuat perjanjian baru dengan PT CLK. Padahal, menurut Alexander, pihaknya sebelumnya sudah membuat perjanjian dengan pengelola TMII lama, yakni Yayasan Harapan Kita c.q. BP TMII dan perjanjian tersebut berlaku hingga 2036.
Pengalihan pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita ke PT TWC ini terhitung sejak 1 April 2021 dan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021. Sejak pengambilalihan tersebut, TMII mulai direvitalisasi oleh Sekretariat Negara (Setneg) dan telah menelan anggaran revitalisasi TMII mencapai Rp1,14 triliun.
"Kami keberatan dengan perjanjian baru (PT TWC), karena perjanjian dengan BP TMII tidak dianggap, lalu dengan memaksa akan dibuat perjanjian transisi yang isinya apabila nanti tidak bisa memenuhi yang disyaratkan oleh PT TWC, maka perjanjian berakhir dan tidak dapat dilanjutkan," kata Alexander.
Padahal, kata Alexander, PT CLK selaku pengelola Taman Legenda Keong Emas telah membangun sarana di Keong Mas dengan perhitungan bisnis yang hingga saat ini modal belum kembali. Bahkan, kata dia, selama masa pandemi Covid-19, Taman Legenda Keong Emas ditutup lebih dari 2 tahun.
Lebih lanjut, Alexander menjelaskan dalam surat yang dikeluarkan Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Taman Legenda Keong Emas tidak termasuk sebagai obyek yang diserahkan kepada Sekretaris Menteri Negara.
"Bahkan jika merujuk ke Surat Menteri Keuangan Nomor S-276/MK.6/2021, Taman Legenda Keong Emas tidak termasuk dalam daftar Barang Milik Negara yang disetujui untuk dilakukan kerjasama pemanfaatan," kata dia.
Sementara itu kuasa hukum PT CLK, Supriyadi Adi mengungkapkan seharusnya perjanjian kerjasama kliennya dengan pengelola TMII lama masih berlaku dan diteruskan oleh PT TWC sebagai pengelola baru. Dia menilai PT TWC seharusnya tidak menggantikan perjanjian tersebut dengan tambahan syarat tertentu yang merugikan PT CLK.
Apalagi, menurut Supriyadi perjanjian pengembangan dan pengelolaan Taman Legenda Keong Emas PT CLK dengan Yayasan Harapan Kita berlaku sejak 1 Desember 2014 sampai 31 Maret 2036.
Supriyadi juga mengaku aneh dengan pernyataan PT TWC soal legal standing sebagai pengelola pengganti Yayasan Harapan Kita. PT TWC, kata dia, justru meminta PT CLK untuk menanyakan langsung ke Menteri Sekretaris Negara Pratikno soal legal standing tersebut.
“Kami sudah beberapa kali menanyakan perihal legal standing melalui surat formal kepada Menteri Sekretaris Negara, namun hingga saat ini tidak ada jawaban sama sekali. Kami juga telah mengirim surat kepada pihak Yayasan Harapan Kita, namun juga tidak ada jawaban hingga saat ini," kata dia.
Kini, penutupan paksa Taman Keong Emas dirasa telah merugikan PT CLK secara material maupun immaterial pada PT CLK. Apa lagi, seluruh karyawan yang bekerja di tempat wisata itu tidak bisa bekerja akibat penutupan.
Supriyadi berharap PT TWC dapat menghormati hak PT CLK selaku pihak yang telah berinvestasi dalam pengembangan dan pengelolaan Taman Legenda Keong Emas. Apalagi, kata dia, skema perjanjian terdahulu adalah Build Operate Transfer (BOT). Artinya PT CLK secara hukum berhak untuk mengelola hingga berakhirnya perjanjian tersebut.
"Jika perlu dibuat perjanjian baru dengan PT TWC ya silakan saja, asalkan tidak mengubah substansi dari perjanjian yang telah berjalan. Kami juga berharap agar Setneg segera turun tangan untuk menangani kasus klien kami, agar segera bisa dituntaskan demi kepastian hukum dalam berusaha di Indonesia ini," kata Supriyadi.
Hingga berita ini ditulis, Tempo belum mendapatkan keterangan dari pihak PT TWC.
Sebelumnya, Sekretariat Negara menunjuk PT TWC sebagai pengelola TMII pada 1 Juli 2021. Sekretaris Menteri Sekretariat Negara Setya Utama menegaskan kerja sama tersebut berdasarkan berbagai masukan serta pertimbangan diantaranya dari BPK RI dan BPKP.
"Tanggal 1 Juli 2021 menandakan babak baru dimulainya pengelolaan TMII oleh PT TWC, sekaligus menandai berakhirnya kerja para direksi TMII yang lama, terkait dengan status pegawai, sesuai dengan perpres masih dapat dipekerjakan kembali dengan mekanisme yang berlaku sesuai tata kelola BUMN” Ujar Setya Utama.
Lebih lanjut Setya Utama mengingatkan kepada pengelola TMII yang baru agar selalu profesional dan profer dalam mengelola TMII.
"Bahwa ke depan tentu saja PT TWC sudah memiliki konsep design pengembangan TMII yang mengacu pada Perpres 19 Tahun 2021, utamanya dalam mentranformasi TMII sebagai kawasan terbaik untuk menikmati budaya dari beragam daerah di Indonesia, tetap berperan dalam melestarikan budaya bangsa serta TMII sebagai Destinasi wisata seluas 150 hektar itu harus dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dan lebih bermanfaat bagi negara," ungkap Setya Utama.
M JULNIS FIRMANSYAH
Pilihan Editor: Puncak Perayaan Malam Tahun Baru Disebar ke TMII, DKI Kerja Sama dengan PT TWC