TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla atau JK menyatakan bahwa Partai Golkar sebagai pihak yang pertama mengusulkan penggunaan sistem proporsional terbuka pada pemilihan umum (Pemilu). Dia pun menilai penggunaan sistem terbuka atau tertutup sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan.
Dia menyatakan bahwa Golkar mengusulkan sistem proporsional terbuka digunakan menjelang Pemilu 2009. Usulan Golkar itu kemudian dikuatkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi nomor 22-24/PUU-VI/2008 terkait uji materil terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
"Saya mengusulkan dulu terbuka agar yang kampanye calon-calonnya agar rakyat mengetahui siapa calon yang dipilih. Itu agar demokrasi antara wakil dengan rakyat lebih dekat," kata JK.
Setelah diubah, JK menyebut kertas suara menjadi panjang dan lebar karena memuat nama para caleg.
Kedua sistem dinilai memiliki kelebihan masing-masing
Dia pun menilai baik sistem proporsional tertutup atau pun terbuka memiliki kelebihan masing-masing. Jika dalam sistem proporsional terbuka, masyarakat diharapkan bisa lebih mengenal calon yang mereka pilih, maka dalam sistem proporsional tertutup lebih mudah dalam hal pencetakan surat suara.
"Mau lagi berubah terbuka tertutup, itu hanya masalah daftar aja. Tidak ada perubahan. Kalau pun terjadi tertutup itu hanya masalah percetakan saja, lebih sederhana kalau tertutup. Kan sekarang belum dicetak itu nama-nama. Tidak berlebihan," ujar JK dalam wawancara khusus dengan Tempo di kediamannya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 3 Februari 2023.
Meski begitu, eks Ketua Umum Partai Golkar itu menyebut sistem Pemilu proposional terbuka memilki konsekuensi jumlah suara yang dihitung menjadi lebih banyak. Hal tersebut membuat pekerja Tempat Pemungutan Suara (TPS) menjadi bekerja lebih keras hingga kelelahan dan akhirnya banyak yang meninggal pada Pemilu 2019.
"Tapi MK juga wise (bijaksana) lah (menanggapi gugatan sistem pemilu). Tapi Kalau pun diubah, pelaksanaannya akan lebih mudah. Dan bedanya kalau terbuka yang kampanye calon, kalau tertutup yang kampanye partai," kata JK.
Sidang di MK masih terus berjalan
Saat ini, Mahkamah Konstitusi sedang melakukan sidang uji materi terkait sistem pemilu yang diajukan sejumlah pihak, diantaranya adalah kader PDIP Demas Brian Wicaksono dan lima warga sipil, yakni Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono. Belakangan, Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra, juga ikut masuk dalam pihak pemohon uji materi tersebut.
Pada sidang selanjutnya yang diagendakan 8 Maret 2023, MK akan mendengarkan keterangan pihak terkait, yakni Dewan Pimpinan Pusat PBB, Derek Loupatty, dan lainnya.
Sebanyak 8 dari 9 fraksi di DPR RI menyatakan tetap mendukung penggunaan sistem proporsional terbuka. Mereka adalah Fraksi Partai Golkar, Gerindra, NasDem, Demokrat, PKS, PPP, PAN dan PKB. Hanya PDIP yang mendukung penggunaan sistem proporsional tertutup.