Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menjelaskan, poin pertama kesepakatan menyebut 8 parpol menolak sistem proporsional tertutup demi mewujudkan komitmen menjaga demokrasi Indonesia.
Menurut dia, sistem proporsional tertutup merupakan kemunduran demokrasi bagi Indonesia. Di sisi lain, Airlangga menyebut sistem proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat.
“Di mana rakyat dalam menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh partai politik. Kami tidak ingin demokrasi mundur,” kata Airlangga di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Ahad, 8 Januari 2023.
Poin kedua, kata Airlangga, 8 parpol bersepakat bahwa sistem proporsional terbuka sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi pada 2008. Putusan ini menyebutkan bahwa Pemilu digelar dengan sistem proporsional terbuka.
Dia menyebut proporsional terbuka juga sudah dijalankan dalam tiga Pemilu sebelumnya. Adapun gugatan terhadap sistem proporsional terbuka ini disebut Airlangga bakal menciptakan preseden buruk bagi hukum Indonesia.
Poin ketiga, Airlangga menyinggung Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar tetap menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara Pemilu. Dia mengatakan KPU mesti menjaga netralitas dan independensinya sesuai perundang-undangan.
Adapun poin keempat, kata dia, 8 parpol mengapresiasi pemerintah yang telah menganggarkan Pemilu 2024. “Juga kepada penyelenggara Pemilu terutama KPU agar tetap menjalankan tahapan sesuai yang disepakati bersama,” kata dia.
Poin terakhir, Airlangga menyebut 8 parpol ini berkomitmen untuk berkompetisi dalam Pemilu 2024 dengan cara yang sehat dan damai. Ia turut menegaskan bahwa persamuhan 8 parpol ini akan kembali digelar untuk mengawal sikap penolakan terhadap usulan sistem proporsional tertutup.
“Ini bukan pertemuan pertama saja, namun tadi bersepakat bahwa pertemuan ini akan dilanjutkan secara berkala, untuk mengawal sikap partai politik ini,” kata dia.
Adapun kedelapan parpol kembali membuat pernyataan sikap bersama pada Rabu, 11 Januari 2023, kemarin. Bertempat di Gedung DPR, mereka kembali menegaskan penolakannya dan menyatakan bakal mengawal demokrasi Indonesia agar tetap ke arah yang lebih maju.
Gugatan uji materiil UU Pemilu soal sistem proporsional terbuka ini kembali diajukan ke MK pada akhir November lalu. Salah satu pemohon perkara adalah pengurus PDIP Demas Brian Wicaksono. Selain itu, pemohon juga terdiri atas lima warga sipil, yakni Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
Baca: Benarkah Sistem Proporsional Tertutup Efektif Tangkal Politik Uang?