TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengklarifikasi kabar yang menyebutkan bahwa dirinya dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengintervensi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk meloloskan partai politik peserta Pemilu Serentak 2024. Mahfud mengklaim dugaan itu disampaikan oleh mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay di DPR.
"Tak ada itu, mestinya dicek dulu," kata Mahfud dalam keterangan di akun instagramnya @mohmahfudmd pada Kamis, 12 Januari 2022.
Mahfud kemudian membenarkan bahwa dirinya menghubungi Sekretaris Jenderal KPU
Bernard Dermawan Sutrisno pada 10 November 2022. Tapi Mahfud mengklaim pembicaraan via telepon itu sama sekali bukan untuk meminta meloloskan atau tidak meloloskan partai tertentu. "Tapi untuk meluruskan KPU," kata dia.
Waktu itu, Mahfud mengklaim dirinya menegur KPU agar berlaku profesional karena ramai beredar isu bahwa ada pesanan-pesanan dari kekuatan luar di KPU. "Ada yang minta agar partai tertentu diloloskan dan ada yang meminta partai tertentu untuk diganjal," kata Mahfud menerangkan isu yang beredar.
Untuk itulah, kata Mahfud, dirinya menghubungi Bernard untuk mengingatkan agar jangan menerima pesanan dari luar. Tapi kemudian, ribut-ribut tentang KPU yang tidak profesional itu benar-benar mencuat di publik. "Saya bertemu Ketua KPU Hasyim Asy'ari di acara peluncuran sebuah TV Pemilu," ujarnya.
Mahfud pun mengatakan dirinya menjelaskan soal isu yang berkembang itu kepada Hasyim. Ia juga melaporkan pembicaraannya dengan Bernard agar aturan ditegakkan secara adil. "Itu yang saya lakukan, yakni, mengingatkan KPU agar profesional. Tidak lebih dari itu dan itu bisa ditanyakan kepada Ketua dan Sekjen KPU," ujar Mahfud.
Mahfud juga mengaku masih punya SMS dan data komunikasi dirinya dengan Bernard pada 10 November tersebut. Sebab setelah dihubungi, Mahfud menyebut Bernard mengirimkan data hasil verifikasi. "Mestinya Mas Haidar klarifikasi dulu kepada saya. Jangan sampai ada orang yang memberi info sesat lalu dijadikan konsumsi publik tanpa konfirmasi," ujar Mahfud.
Disampaikan ke DPR
Sebelumnya, Komisi Pemerintahan DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam gerakan Kawal Pemilu Bersih. Rapat tertutup tersebut digelar untuk membahas dugaan kecurangan pada tahapan awal Pemilu 2024.
"Saya mohon maaf ini teman-teman karena terkait dengan beberapa pihak yang tentu perlu dikonfirmasi. Saya kira rapat ini kita alihkan ke tadinya terbuka ke tertutup saja," kata Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia saat RDPU di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 11 Januari 2023.
Hal tersebut disampaikan usai perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih Hadar Nafis Gumay membeberkan soal adanya dugaan kecurangan pemilu pada tahapan verifikasi partai politik (parpol) calon peserta Pemilu 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Bapak, ini kan informasi publik enggak sebaiknya kita buka atau bagaimana?," tanya Hadar yang merupakan peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit).
Doli kemudian kembali menjelaskan karena informasi yang disampaikan koalisi tersebut menyeret nama institusi maka harus dikonfirmasi terlebih dahulu untuk memastikan sehingga forum sebaiknya dilakukan tertutup.
"Soalnya ini menyebut-nyebut nama institusi, nanti khawatir ini harus dikonfirmasi. Berita ini kan harus kita konfirmasi, nanti menyebar luas kemana-mana. Jadi saya minta persetujuan teman-teman pimpinan kita alihkan ke tertutup, ya," paparnya.
Pada awal pemaparannya, Hadar menyampaikan informasi adanya dugaan kecurangan pemilu tahapan verifikasi penetapan parpol peserta Pemilu 2024 oleh KPU yang disebutnya didapatkan dari berbagai sumber, terutama penyelenggara pemilu di daerah dan media massa.
Secara lebih khusus, lanjut dia, pihaknya mendapatkan informasi dugaan pelanggaran pemilu tersebut saat tahapan verifikasi faktual.
"Di mana di dalamnya adalah verifikasi faktual awal atau pertama. Kemudian perbaikan administrasi atau dokumen untuk verifikasi faktual dan selanjutnya verifikasi faktual perbaikan atau verifikasi faktual terakhir atau kedua," ujarnya.
Baca juga: Mahfud Md: KUHP Berlaku Tahun 2025, Bukan untuk Melindungi Pak Jokowi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.