TEMPO.CO, Jakarta - Saksi ahli yang dihadirkan kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mengatakan pelaku tindak pembunuhan berencana tidak masuk syarat orang yang berhak menerima status justice collaborator.
Hal ini diungkapkan oleh ahli hukum pidana Mahrus Ali saat menjadi saksi ahli meringankan perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabart dengan terdakwa Ferdy Sambo dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 22 Desember 2022.
Awalnya, kuasa hukum Ferdy Sambo, Febri Diansyah menanyakan ahli pidana apakah klausul justice collaborator bisa digunakan pada Pasa 340 atau Pasal 338 tentang pembunuhan berencana.
Mahrus Ali mengatakan, menurut Pasal 28 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, justice collaborator hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu.
“Di situ dijelaskan pelakunya kan banyak jenis tindak pidananya. Cuma di situ ada klausul yang umum lagi, termasuk kejahatan-kejahatan lain yang ada potensi serangan dan itu harus berdasarkan keputusan,” kata Mahrus.
Menurutnya, sepanjang tidak ada keputusan maka jenis tindak pidana seperti pencucian uang, korupsi, narkotika, kekerasan seksual, perdagangan orang, kekerasan seksual, dan pembunuhan tidak masuk syarat penerima status JC.
"Dalam konteks ini, maka sepanjang tidak ada keputusan ya ikuti jenis tindak pidana itu, apa tadi pencucian uang, korupsi, narkotika kemudian apa lagi perdagangan orang, kekerasan seksual, pembunuhan tidak ada di situ," ujar Mahrus.
Sementara itu menanggapi pernyataan saksi ahli, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Susilaningtyas mengatakan LPSK tetap pada keputusan Richard Eliezer adalah justice collaborator.
“Itu kan ahli yang meringankan Ferdy Samvo dan dihadirkan dari pihak Ferdy Sambo. Tentu keberpihakannya jelas kepada Ferdy Sambo,” kata Susilaningtyas saat dihubungi, Kamis, 22 Desember 2022.
Ia mengatakan peran Richard sebagai JC justru membuat terang pengungkapan kasus ini sehingga penegakan hukum pidana dapat berjalan. Menanggapi klaim saksi ahli, Susilaningtyas menegaskan pemberian JC kepada Richard Eliezer diatur dalam Undang-undang No 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
“Nah untuk jenis tindak pidana yang diatur di pasal tersebut adalah tindak pidana lainnya, yang saksi dan/atau korbannya mengalami ancaman yang membahayakan nyawanya, bisa disematkan status JC. Jadi sudah memenuhi syarat di Pasal 28 ayat (2) UU 31 Tahun 2014,” kata Wakil Ketua LPSK ini.
Baca: Richard Eliezer Ungkap Alasan Tak Tolak Perintah Ferdy Sambo untuk Tembak Yosua
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.