TEMPO.CO, Jakarta - Deklarasi Djuanda dicetuskan pertama kali oleh Ir Djuanda Kartawidjaja, Menteri Perhubungan ke-3 Republik Indonesia pada 13 Desember 1957. Pada dasarnya, deklarasi ini bertujuan untuk menegaskan bahwa wilayah laut di Indonesia termasuk perairan di antara pulau hingga membentuk satu kesatuan wilayah.
Dikutip dari situs Petro Energy, dulunya Deklarasi Djuanda mengacu pada peraturan zaman kolonial Hindia Belanda, yaitu Territoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie atau TZMKO pada 1939.
TZMKO mengatur bahwa wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya sepanjang 3 mil dari garis pantai. Artinya, kapal asing dapat dengan bebas melayari laut Indonesia yang terpisah oleh pulau-pulau tersebut.
Baca: Acara Puncak Hari Nusantara 2022 Dilaksanakan di Wakatobi, Begini Alasan Bahlil Lahadalia
Isi Deklarasi Djuanda
Mengutip penjelasan dari laman Binus University, penetapan Deklarasi Djuanda menegaskan bahwa laut-laut antar pulau di wilayah Republik Indonesia merupakan bagian dari Negara Indonesia. Alhasil, penetapan ini menunjukkan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan atau archipelago state.
Dihimpun dari sejumlah sumber, setidaknya Deklarasi Djuanda memiliki tiga isi pokok sebagai berikut.
- Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri.
- Bahwa sejak dahulu kepulauan nusantara sudah merupakan satu kesatuan.
- Ketentuan Peraturan Hindia Belanda 1939 dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia.
Namun, penetapan Deklarasi Djuanda tidak selalu berjalan mulus. Sejumlah negara diketahui sempat menentang keberadaan deklarasi ini. Namun, Negara Indonesia segera merespons penolakan tersebut dengan meresmikan Deklarasi Djuanda sebagai Undang-Undang (UU) Nomor 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia.
Kemudian, deklarasi ini akhirnya dapat diterima oleh komunitas global pada 1982 melalui konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982, yaitu United Nations Convention On The Law of The Sea atau UNCLOS.
Dampak Penetapan Deklarasi Djuanda
Masih dari Petro Energy, penetapan Deklarasi Djuanda sekaligus peresmiannya sebagai UU membawa sejumlah dampak, terkhusus pada kondisi dan kedaulatan geografis di Indonesia.
Pertama, sejak penetapan UU tersebut, luas wilayah Indonesia bertambah sekitar 2,5 kali dari 2.027.087 kilometer persegi menjadi 5.193.250 kilometer persegi. Kedua, berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus dari titik pulau terluar, Indonesia setidaknya memiliki garis laut maya sepanjang 8.069,8 mil.
Sementara itu, posisi Deklarasi Djuanda yang telah diakui secara internasional diperkuat kembali oleh Pemerintah Indonesia dengan mengeluarkan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982.
Dasar hukum Deklarasi Djuanda semakin kuat ketika Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mencanangkan 13 Desember sebagai Hari Nusantara. Pencanangan ini dipertegas oleh Presiden Megawati melalui pengeluaran Keputusan Presiden RI nomor 126 Tahun 2001 tentang Hari Nusantara. Namun, peringatan hari tersebut setiap 13 Desember bukanlah hari libur nasional.
ACHMAD HANIF IMADUDDIN
Baca juga: Hari Nusantara 2022 Mewujudkan Ekonomi Biru untuk Indonesia Lebih Kuat
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.