TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Hukum DPR, Bambang Wuryanto, menilai peristiwa bom Polsek Astana Anyar menunjukkan Indonesia belum punya internal security system atau sistem keamanan internal yang kuat. Menurut dia, orang yang bunuh diri ini mesti punya keyakinan atas sesuatu sehingga dirinya ikhlas melakukan tindakan tersebut.
“Yang pertama pelaku itu adalah korban dari sebuah keyakinan. Jadi internal security system ini harus ditata ulang. Kalau di banyak negara kan sudah ada internal security act, semua negara punya yaitu sistem yang bisa kita baca bersama,” kata Bambang saat dihubungi, Rabu, 7 Desember 2022.
Dia menyebut peristiwa bom bunuh diri ini mesti dimaknai dengan peningkatan kesiagaan. Adapun pihak yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan ini disebut Bambang adalah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN).
“Tingkat kewaspadaan harus dinaikkan, ini menyangkut penegak keamanan yang di dalamnya ada BNPT, kepolisian, dan intelijen,” ujarnya.
Program deradikalisasi BNPT disorot
Politikus PDIP itu pun turut menyoroti program deradikalisasi oleh BNPT. Menurut dia, program ini mesti dievaluasi mengingat pelaku bom bunuh diri merupakan bekas narapidana terorisme.
“Kalau keluarnya begini, berarti kan ada dugaan belum sembuh, maka ini harus dilakukan peningkatan lagi deradikalisasi,” kata dia.
Kronologi singkat peristiwa bom Polsek Astana Anyar dan identitas pelakunya
Peristiwa bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar terjadi pagi tadi saat polisi tengah apel pagi sekitar pukul 08.15 WIB. Pelaku yang belakangan diketahu bernama Agus Sujatno alias Abu Muslim disebut memaksa masuk ke dalam area polsek. Dia sempat mengacungkan senjata tajam sebelum meledakan diri.
Agus diketahui sebagai mantan narapidana teroris setelah terlibat dalam bom panci di Cicendo, Bandung, pada 27 Februari 2017. Dia sempat menjalani penahanan di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan hingga akhir 2021. Menurut polisi, Agus merupakan anggota kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bandung. JAD merupakan organisasi yang telah dinyatakan terlarang pada 2018.
Dalam aksinya, Agus membawa kertas yang bertuliskan soal penolakan terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru disahkan DPR dan pemerintah pada Selasa kemarin, 6 Desember 2022.
Selanjutnya, penjelasan BNPT