JAKARTA - Agama-agama mendapat tantangan untuk tetap relevan dengan kehidupan umatnya. Zaman berubah, persoalan di masayarakat kian bertambah dan bermacam-macam ragamnya. Agama sebagai pegangan mesti mampu memberikan solusi atas masalah tersebut berdasarkan prinsip-prinsip ketuhanan yang diyakini oleh masing-masing kepercayaan.
Para pemimpin dunia telah merumuskan dan menyepakati Sustainable Develompment Goals atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs/TPB) untuk mengatasi persoalan saat ini dan di masa mendatang. Pembangunan yang dimaksud adalah menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup, serta menjamin keadilan dan terlaksananya tata kelola untuk meningkatkan kualitas hidup lintas generasi.
Pemerintah telah merumuskan indikator SDGs yang terdiri atas 17 tujuan yang harus dicapai pada 2030. Berikut 17 tujuan tersebut:
- Tanpa kemiskinan
- Tanpa kelaparan
- Kehidupan sehat dan sejahtera
- Pendidikan berkuiltas
- Kesetaraan gender
- Air bersih dan sanitasi layak
- Energi bersih dan terjangkau
- Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi
- Industri, inovasi, dan infrastruktur
- Berkurangnya kesenjangan
- Kota dan permukiman yang berkelanjutan
- Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab
- Penanganan perubahan iklim
- Ekosistem lautan
- Ekosistem daratan
- Perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang Tangguh
- Kemitraan untuk mencapai tujuan
"Prinsip yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah universal, integratif, dan inklusif untuk memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa. Sebab itu, penting melibatkan organisasi keagamaan untuk memberikan kontribusi pemikiran pembangunan spiritual sebagai inti bagi pembangunan berkelanjutan.
Organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama bersama Kementerian PPN/Bappenas menyusun fikih SDGs yang memuat berbagai kajian keislaman sesuai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, terutama konsep fikih klasik dan kontemporer dalam melihat berbagai tujuan SDGs. "Perlu determinasi dari berbagai pihak untuk mendorong partisipasi seluruh elemen masyarakat, tak terkecuali dari perspektif agama," kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH. Yahya Cholil Tsaquf.
Dia menjelaskan, Islam memandang manusia sebagai khalifah yang harus memastikan anugerah Allah bisa terakses merata sekaligus penjaga keseimbangan semesta alam. Khalifah, menurut Yahya Cholil Tsaquf, adalah nilai inti dari prinsip keberlanjutan dalam membangun peradaban di muka bumi.
Ketika menghadapi problematika, Yahya Cholil Tsaquf mengingatkan, bahwa Islam mensyariatkan ijtihad atau upaya keras untuk mencapai tujuan, yakni mengerahkan segenap kemampuan intelektual untuk menghasilkan pengetahuan hukum/penilaian syariat terhadap perbuatan manusia, apakah wajib, sinnah, mubah, haram, atau makruh. Tujuannya, demi kemaslahatan seluruh makhluk. "Islam dengan visi rahmatan lil 'alamin memiliki pandangan dan nilai-nilai yang dapat menjadi pedoman untuk berpartisipasi mewujudkan SDGs," ujarnya.
Penulis buku populer tentang Islam dan Sustanable Development Goals, Odeh Rashed Al-Jayyousi mengatakan, Islam memiliki nilai-nilai filosofis yang dapat menjadi kerangka kerja bagi SDGs. Nilai-nilai tersebut adalah al-adl/al-mizan (keadilan/keseimbangan), al-ihsan (kebaikan/keunggulan), al-arham (modal sosial), dan menghilangkan atau membatasi fasad (kerusakan)
Pakar hukum Islam yang juga pendiri International Institute of Advanced Islamic Studies, Malaysia, Professor Dato' Dr. Mohammad Hashim Kamali mengatakan, perspektif Islam tentang pembangunan berkelanjutan muncul dari visi tentang moralitas ekonomi dan masyarakat. Perspektif ini memerlukan pemahaman atas sejumlah konsep keilaman, seperti prinsip kepentingan umum (maslahah), tujuan kehadiran syariat (maqashid as-syari'ah), keseimbangan yang ditentukan oleh Tuhan untuk alam semesta (mizan), dan moderasi (wasatiyyah).
Prinsip-prinsip lain yang berhubungan dengan pemahaman tentang perspektif Islam adalah keesaan ilahi (tauhid), kekhalifahan umat manusia di bumi (khalifah), dan keadilan (al-'adl). Dalam perspektif Islam, pembangunan disebut berkelanjutan apabila memperhatikan keseimbangan (mizan), moderasi (wasatiyyah), dan keadilan sosial (al-'adl).
Kenapa fikih SDGs itu penting?
Tentu keseharian umat muslim tak terlepas dari bahasa fikih atau hukum Islam. Fikih SDGs berperan memberikan legitimasi keagamaan (hujjah syar'iyyah) terhadap setiap tujuan SDGs.
Dengan legitimasi tersebut, maka otoritas keagamaan dapat berkontribusi dalam pencapaian SDGs, memberikan pandangan hukum Islam terkait kebijakan atau tindakan dalam mencapai SDGs, dan menjadi formulasi konkret pandangan keislaman untuk pencapaian SDGs. Fikih juga diperlukan sebagai alat komunikasi agar urgensi isu pembangunan berkelanjutan dapat lebih dipahami.
Contoh Fikih SDGs dalam Tujuan Satu dan Sepuluh: Tanpa Kemiskinan dan Berkurangnya Kesenjangan
Islam memberikan perhatian pada kemiskinan karena masalah ini sudah ada sejak dulu kala. Itu sebabnya, Islam menghendaki pemeluknya agar bekerja keras keluar dari kemiskinan. Sebab, kemiskinan dapat menjerumuskan seseorang pada kekufuran dan berpotensi mendorong perbuatan kejahatan.
Dalam hubungan sosial, Islam mendorong agar kelompok miskin dan kelompok kaya berjalan harmonis dan saling peduli. Islam telah menyiapkan beberapa pirantinya, seperti zakat, infak, dan sedekah.
Islam menekankan kewajiban individual untuk giat bekerja dalam meningkatkan kondisi ekonomi, mandiri, terhindar dari kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Rujukan dalil tentang ini terdapat dalam Al-Quran, sunnah, dan riwayat sahabat Nabi Muhammad SAW.
Dalam menanggulangi kemiskinan, Islam juga mewajibkan negara untuk hadir dengan instrumen zakat. Zakat bisa menjadi salah satu sumber ekonomi pemerintah yang dapat digunakan untuk mensejahterakan rakyat. Sejarah mencatat, khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat.
Contoh Fikih SDGs dalam Tujuan Tiga: Kehidupan Sehat dan Sejahtera
Salah satu permasalahan gizi yang mengemuka adalah stunting. Jika tak tertangani dengan baik akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia yang mengakibatkan kerugian ekonomi. Dalam pendekatan fikih, Al-Quran, hadis, dan produk ijtihad ulama telah memuat intervensi spesifik untuk mencegah stunting.
Pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif sangat penting untuk mendukung pertumbuhan bayi dan balita. Sebuah penelitian menunjukkan, bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif berpotensi 61 kali lipat mengalami stunting dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.
Ada pula ayat yang menunjukkan bahwa Allah SWT telah menyediakan beragam sumber makanan yang dapat dikonsumsi untuk mendukung kesehatan, terutama pemenuhan gizi untuk ibu dan janin selama kehamilan serta anak-anak selama masa tumbuh kembang mereka.
Contoh Fikih SDGs dalam Tujuan Sepuluh: Berkurangnya Kesenjangan
Problematika kesenjangan masih terasa bagi penyandang disabilitas. Akses kelompok berkebutuuhan khusus masih terbatas dalam berbagai hal, seperti pendidikan, pekerjaan, parisipasi publik, dan sebagainya.
Di sektor pendidikan, pendidikan inklusif menjadi salah satu indikator terwujudnya pendidikan berkualitas dalam SDGs. Inklusif berarti terbuka tanpa membedakan status sosial, jenis kelamin, asal usul, hingga status disabilitas.
Sehubungan dengan fikih SDGs, literatur Islam mengakui keberadaan kelompok penyandang disabilitas, bahkan memberikan pandangan yang positif-simpatik kepada mereka. Melalui QS. 'Abasa ayat 1-10, Allah mengingatkan Nabi Muhammad SAW untuk memberikan perlakuan yang sama kepada penyandang disabilitas seperti kelompok masyarakat lain.
Contoh Fikih SDGs dalam Tujuan Lima: Kesetaraan Gender
Kasus kekerasaan seksual, pelecehan, human trafficking, diskriminasi, perkawinan paksa, dan kekerasan dalam rumah tangga masih menjadi persoalan dalam upaya mendorong kesetaraan gender. Seperti fenomena gunung es, hanya sedikit kasus yang tampak di permukaan.
Dalam sejarah peradaban manusia, ada masa di mana perempuan dianggap sebagai makhluk yang hina. Islam hadir pada masa jahiliyah dan perempuan secara perlahan mendapatkan rekognisi baik di ranah domestik maupun publik.
QS Al-Hujarat ayat 13 menyebutkan dengan tegas bahwa Allah tidak membedakan-bedakan umatnya, melainkan hanya dari ketakwaannya. Dan banyak cerita bagaimana Nabi Muhammad SAW memperlakukan perempuan dengan hormat dan memberikan kedudukan setara dalam berbagai hal.
Contoh Fikih SDGs dalam Tujuan Tujuh: Energi Bersih dan Terjangkau
Deklarasi Islam untuk Perubahan Iklim Global-Islamic Declaration on Global Climate Change (IDGCC) pada 2015 menyerukan kepada perusahaan besar, lembaga keuangan, dan dunia usaha agar berkomitmen pada penggunaan energi terbarukan dan emprioritaskan strategi nol emisi karbon.Tak hanya mengupayakan transisi ke energi berkelanjutan sesegera mungkin, penting juga bagaimana menggunakan energi tersebut.
Islam melarang tindakan israf dan tabdzir, yakni menggunakan sesuatu secara berlebihan sehingga terbuang sia-sia. Ada pula hadis yang berisi perintah Rasulullah agar mematikan lampu saat hendak tidur. Hal ini bisa menjadi inspirasi bagi umat muslim dalam menggunakan energi secara efisien.
Masih banyak lagi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau target SDGs yang sejalan dengan prinsip keagamaan dan terangkum dalam Fikih SDGs. Fikih SDGs merupakan wujud kolaborasi pemerintah dengan organisasi keagamaan/lembaga non-pemerintah dalam menerjemahkan SDGs melalui perspektif agama agar lebih mudah dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam waktu dekat, pemerintah kembali mengukuhkan kolaborasi dengan lembaga non-pemerintah dalam mendukung pencapaian SDGs melalui SDGs Annual Conference yang berlangsung di Hotel Hilton Jakarta pada 30 November-2 Desember 2022. Dengan tema “Mendorong Aksi Nyata Ekonomi Hijau untuk Mencapai SDGs”, konferensi tahunan itu turut melibatkan orang muda untuk bersiap dan terus berinovasi di era green job, memastikan kontribusi ekonomi sirkular sehari-hari dalam pencapaian SDGs, hingga menyiapkan orang muda untuk transisi ekonomi yang inklusif menuju ekonomi hijau.
Anda dapat berpartisipasi dalam SDGs Annual Conference dengan mendaftar di sini. (*)