TEMPO.CO, Jakarta - Sepanjang gelaran KTT G20 di Bali, pesawat kepresidenan RI menjadi sorotan karena terlalu mungil dibandingkan dengan pesawat-pesawat milik kepala negara G20 yang lain. Namun, tahukah Anda bahwa pesawat kepresidenan RI sudah ada sejak zaman presiden Soekarno dengan fitur-fitur yang masih sederhana hingga Indonesia One yang sudah dilengkapi dengan fitur-fitur canggih.
Deretan Pesawat Kepresidenan RI
Melansir indonesia.go.id, kebutuhan akan pesawat kepresidenan sudah dirasa sejak awal kemerdekaan. Pada masa-masa revolusi kemerdekaan, keberadaan pesawat kepresidenan menjadi sangat penting. Rencana untuk membeli pesawat kepresidenan tersebut akhirnya dibawa oleh Presiden Soekarno dalam rapat umum di Hotel Kutaraja Banda Aceh pada 16 Juni 1948.
Rapat umum tersebut menjadi aksi penggalangan dana dan akhirnya terkumpul sumbangan yang nilainya setara emas 20 kilogram. Uang yang terkumpul tersebut digunakan untuk membeli pesawat baling-baling DC-3 Dakota.
Pesawat tersebut memilikki panjang 19,66 meter dengan rentang sayap 28,96 meter. Pesawat tersebut dilengkapi dengan mesin Pratt & Whitney yang mampu terbang sejauh 2.430 kilometer dengan kecepatan maksimum 346 km/jam.
Pesawat tersebut akhirnya diberi nama nama Seulawah, yang dalam bahasa Aceh memilikki arti gunung emas. Salah satu momen paling dikenang dari pesawat ini adalah ketika pesawat tersebut mengantarkan Soekarno kembali ke Jakarta pada 28 Desember 1949. Saat itu, ribuan rakyat menunggu Seulawah di Bandara Kemayoran.
Dalam perjalanannya, hubungan Indonesia semakin mesra dengan Uni Soviet. Hingga pada akhirnya, Uni Soviet memberikan Ilyushin II-18 sebagai hadiah kepada Seokarno dan pesawat tersebut dihadiahkan untuk menjadi pesawat kepresidenan.
Pesawat hadiah Uni Soviet tersebut diberi nama Dolok Martimbang. Selanjutnya pesawat kepresidenan RI bertambah setelah dua unit pesawat jet Lockhedd JetStar datang dan dioperasikan oleh TNI Angkatan Udara.
Walau sudah memiliki berbagai pesawat kepresidenan, semua pesawat tersebut belum sesuai untuk penerbangan jarak jauh dan karenanya call sign Indonesia One tidak disematkan. Ketika melakukan perjalanan jauh lintas benua, Soekarno memilikki menggunakan Convair 990 atau DC-8.
Ketika masa pemerintahan Soeharto, pesawat kepresidenan yang digunakan adalah Dc-9 untuk perjalanan domestik dan DC-8 untuk penerbangan internasional. Memasuki peretengahan 1970-an, pesawat kepresidenan yang digunakan berganti menjadi Fokker-28.
Fokker-28 dioperasikan untuk perjalanan domestik dan DC-10 dioperasikan untuk perjalanan internasional. Memasukki 1990-an, pesawat DC-10 digantikan oleh MD-11 dan Airbus A-330. Sedangkan, untuk perjalanan domestik, Fokker-28 digantikan oleh BAE 146-200.
Ketika memasukki masa kepresidenan Habibie dan Abdurrahman Wahid, keduanya tidak terlalu pusing memikirkan pesawat kepresidenan dan menggunakan pesawat yang disediakan oleh Garuda Indonesia, Pelita Air Service, maupun TNI AU.
Di era Presiden Megawati Soekarnoputri pun tidak ada pesawat khusus. Megawati masih menggunakan pesawat yang semuanya merupakan fasilitas pesawat kerpesidenan era kepemimpinan Soeharto.
Sedangkan di masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, pesawat yang digunakan adalah Boeing 737-800 untuk perjalanan domestik dan Airbus A330-300 untuk penerbangan internasional.
Di masa kepemimpinan SBY pula, pembelian pesawat khusus kepresidenan RI direncanakan. Pada akhirnya, pada 2014, Indonesia One resmi terbang perdana dan menjadi alat trasnportasi khusus bagi Presiden RI.
EIBEN HEIZIER
Baca juga: Pesawat Presiden RI Jauh Beda dengan Air Force One