TEMPO.CO, Jakarta - Divisi Hukum KontraS Abimanyu Septiadji mengatakan menemukan keganjilan dan kekerasan yang diduga dilakukan kepolisian terhadap tiga terduga pelaku klitih di Yogyakarta.
"Kami menyusun dokumen Amicus Curiae ini atau opini pendapat hukum berdasarkan pada temuan-temuan dan keganjilan yang mengemuka. Pada saat proses peradilan dan atau proses pembuktian berlangsung di Pengadilan Negeri Yogyakarta terhadap terdakwa terdakwa Andi, terdakwa Hanif, maupun terdakwa Afandi," kata Abimanyu melalui platform YouTube, Kamis, 27 Oktober 2022.
Abimanyu menjelaskan terkait temuan KontraS yakni bentuk kekerasan kepolisian yang dilakukan terhadap tiga tersangka. Ia mengatakan temuan pertama berupa kekerasan saat dilakukan proses penangkapan.
"Yang pertama adalah kami menemukan ketika proses penangkapan hingga pemeriksaan berlangsung di tingkat kepolisian. Kami menemukan sebuah temuan bahwa ternyata seluruh terdakwa tidak diberikan akses bantuan hukum yang memadai," jelas Abimanyu.
Selanjutnya, Abimanyu menyampaikan temuan kedua yakni bentuk kekerasan fisik saat menjalani proses penyelidikan dan penyidikan. Ia mengatakan tiga pelaku termasuk saksi mendapatkan tekanan agar mengakui kejahatan yang tidak dilakukan oleh terdakwa.
"Kami menemukan temuan yang kedua yaitu sejak proses penyelidikan dan penyidikan oleh kepolisian. Saksi dan para terdakwa diduga mengalami sejumlah tindak penyiksaan baik saudara Andi, saudara Hanif maupun saudara Affandi. Mereka mengaku disiksa untuk mengakui perbuatan yang tidak mereka lakukan," ujar Abimanyu.
Lebih lanjut, Abimanyu menyampaikan bentuk kekerasan berupa penganiayaan. Ia mengatakan tiga terduga pelaku kejahatan jalanan telah menyampaikan bentuk kekerasan tersebut kepada majelis hakim.
"Pengakuan ini disampaikan oleh para terdakwa kepada majelis hakim begitu pada saat proses peradilan berlangsung. Dan dugaan bentuk-bentuk penyiksaan yang dialami oleh para terdakwa yang dilakukan juga oleh aparat kepolisian," katanya.
Berdasarkan temuan KontraS, Abimanyu memaparkan bentuk penganiayaan yang dialami terhadap tiga terduga pelaku dan saksi. Di antaranya bagian kepala, pelipis, perut, rahang, dan pipi.
"Dipukul di bagian kepala dan pelipis, kemudian bagian perut terdakwa dipukul, bagian rahang dan bagian pipinya juga dipukul hingga dilempar dengan asbak. Kemudian bentuk lainnya yaitu rambut dijambak, ditendang, bahkan dipukul," jelas Abimanyu.
Abimanyu menilai, bentuk kekerasan tersebut dilakukan kepolisian untuk mendapatkan keterangan dan informasi. Ia menganggap perbuatan tersebut merupakan perlakuan sewenang-wenang aparat penegak hukum terhadap rakyat sipil.
"Sebetulnya aparat hukum melakukan tindakan sewenang-wenang tersebut dengan mengedepankan perlakuan kekerasan terhadap tersangka untuk meraih sebuah keterangan ataupun informasi. Karena keterangan ataupun informasi dari tersangka ini dapat dijadikan alat bukti oleh kepolisian dari kejahatan yang dituduhkan oleh kepolisian," tutur Abimanyu.
Sementara itu, adanya bukti CCTV yang menyatakan saksi tidak mengetahui pelaku sebenarnya. Abimanyu menjelaskan pernyataan saksi itu diungkapkan saat menjalani proses persidangan.
"Melalui alat bukti CCTV menjadi petunjuk penyidik ada saksi verbalisan yang dihadirkan di persidangan. Mereka menyatakan ke majelis hakim bahwa tidak mengetahui secara pasti para terdakwa merupakan pelaku peristiwa penganiayaan yang mengakibatkan kematian di Gedhongkuning. Mereka mengakui tidak mampu menjelaskan sebetulnya siapa pelaku sebenarnya melalui melalui alat bukti CCTV yang menjadi petunjuk polisi untuk menjerat para terdakwa," jelas Abimanyu.
Lebih lanjut, Abimanyu mengatakan peristiwa di Gedhongkuning terdapat keterangan yang ditambahkan pihak kepolisian. Ia menjelaskan dalam BAP itu sangat jauh dari keterangan saksi yang diberikan.
"Kami juga mencatat tidak sedikit keterangan yang disampaikan oleh saksi dan tertulis dalam berita acara pemeriksaan itu sangat jauh bertentangan dengan keterangan yang saksi sampaikan ke majelis hakim. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh para saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum yang menjelaskan kepada majelis hakim bahwa keterangan yang ditulis dalam berita acara pemeriksaan tidak seluruhnya merupakan keterangan saksi," jelas Abimanyu.
Kabid Humas Polda DIY Komisaris Besar Yulianto, membantah tudingan KontraS bahwa kepolisian melakukan kekerasan fisik terhadap tersangka dan saksi dalam penyidikan kasus Klitih.
"Saya meyakini kalau penyidik sudah bekerja dengan profesional," ujar Yulianto, dihubungi oleh Tempo pada Kamis 27 Oktober 2022.
Lebih detail Yulianto menjelaskan bahwa, keterangan tersangka dalam pemeriksaan polisi berada dalam posisi yang paling akhir. "Sehingga penyidik tidak perlu melakukan intimidasi kepada tersangka saat proses BAP," ucapnya.
Baca: Kemensos Beri Motivasi dan Edukasi 32 Remaja Dampak 'Klitih' di Yogyakarta
MUH RAIHAN MUZAKKI
Catatan koreksi:
Berita ini telah mengalami perubahan pada Kamis 27 Oktober 2022 pukul 21.05 karena ada penambahan keterangan dari Polda DIY