TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, dr. Reisa Broto Asmoro, menjabarkan sejumlah gejala dari penderita subvarian Omicron XBB. Subvarian baru ini diduga menyebabkan lonjakan kasus di Indonesia karena sifatnya yang mudah menular.
Reisa menyatakan bahwa berdasarkan penelusuran Satgas Covid-19, subvarian ini memiiki gejala umum yang mirip dengan subvarian lainnya. Angka kematian karena varian ini dianggap lebih rendah.
"Gejala yang ditimbulkan varian XBB ini kurang lebih sama dengan subvarian Omicron lainnya, bahkan kalau dari segi fatalitasnya lebih rendah," ujar Reisa dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis, 27 Oktober 2022.
Gejala Omicron XBB
Mengutip laporan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, Reisa memaparkan gejala yang dialami pasien XBB antara lain demam, merasa kedinginan, batuk, kelelahan, nyeri otot, sakit kepala, sakit tenggorokan, hidung tersumbat atau pilek, diare, dan sesak napas.
"Namun pada empat pasien XBB (di Indonesia) yang dialami oleh mereka batuk dan demam saja. Sehingga gejala yang ditemukan umumnya ringan," kata Reisa.
Reisa Broto Asmoro yang juga berprofesi sebagai artis menyebut sejak subvarian XBB ditemukan di Indonesia pada akhir September 2022, sudah ada empat kasus terkonfirmasi. Mereka yang terinfeksi kini sudah selesai melakukan isolasi mandiri dan dinyatakan sembuh.
Subvarian XBB dituding sebagai penyebab melonjaknya lagi kasus Covid-19 di Indonesia
Sebelumnya, kasus Covid-19 kembali merangkak naik seiring ditemukannya subvarian XBB. Reisa menjabarkan pada 24 Oktober 2022 jumlah kasus aktif tercatat 1.703 kasus. Jumlahnya mengalami kenaikan hampir dua kali lipat menjadi 3.008 kasus sehari setelahnya. Tiga provinsi yang memiliki tingkat penularan tertinggi, antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
"BOR (keterisian tempat tidur rumah sakit) Nasional juga terjadi kenaikan seminggu terakhir 19,88 persen. Hingga kemarin jumlah orang terkonfirmasi Covid-19 sebanyak 21.481 orang. Artinya positivity rate meningkat sebanyak 8,88 persen," ujar Reisa.
Subvarian XBB atau BA.2.10 merupakan mutasi dari subvarian strain BA.2 Omicron. Virus baru ini, kata Reisa, memiliki daya tular lebih tinggi dibandingkan varian sebelumnya.
"Varian XBB lebih cepat menular. Seperti gelombang XBB di Singapura, lebih cepat 0,79 kali dibandingkan varian BA.5 dan 0,46 kali gelombang BA.2. Kita belajar dari situasi di negara tetangga untuk mencegah lonjakan kasus di negara kita," kata Reisa.
Angka kemarian rendah dan masyarakat diminta tetap waspada
Walau lebih menular, Reisa menyebut angka kematian pada pasien yang terinfeksi subvarian XBB tidak terlalu tinggi. Bahkan dengan tingkat kasus aktif yang terus naik di Indonesia, Reisa menyebut tren fatality rate terus berkurang. Pada pekan ini saja, tingkat kematian akibat Covid-19 subvarian XBB turun 0,14 persen.
Meski begitu, ia meminta masyarakat tietap waspadan dan terus mengedepankan protokol kesehatan agar lonjakan kasus tidak berlangsung lama. Reisa menyebut pemerintah juga terus melakukan tracing dan genom sequencing untuk memantau penyebaran subvarian Omicron XBB virus Covid-19 ini.
"Berdasarkan sejarah kenaikan kasus selalu terjadi pasca ditemukannya varian baru. Tapi kita berharap kenaikan tetap terkendali seperti subvarian Omicron lainnya," kata Reisa.