INFO NASIONAL - Krisis keuangan, pangan, dan energi global yang terjadi saat ini dan ditambah dengan tekanan inflasi menjadikan dunia dibayangi dengan ancaman resesi. Mewaspadai hal tersebut, Pemerintah telah mengambil sejumlah langkah penting bagi penguatan perekonomian nasional dan mengantisipasi dampak krisis yang dapat mempengaruhi keberlanjutan pemulihan ekonomi.
“Tentunya Indonesia ada faktor positif berada di lingkup ASEAN, yang mana pertumbuhan ekonomi ASEAN diperkirakan sebesar 4,9 persen. Di regional, kita ini masih ada pertumbuhan sehingga tentu di Indonesia menjadi sumber pertumbuhan ke depan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin, 17 Oktober 2022.
Indonesia juga telah melakukan pengendalian inflasi dengan cukup baik sehingga saat ini berada di 5,9 persen. Adapun upaya pengendalian inflasi dengan cara mendorong kolaborasi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) dan mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk tematik ketahanan pangan dan pemanfaatan 2 persen Dana Transfer Umum (DTU) untuk membantu sektor transportasi dan tambahan perlindungan sosial.
Di tengah kenaikan harga energi di tingkat global, Pemerintah juga terus melakukan berbagai berupaya agar harga di dalam negeri tetap stabil dan terjangkau, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai bantuan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp12,4 triliun dan bantuan subsidi upah sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja. Dengan adanya bantuan ini diharapkan dapat memberikan bantalan bagi pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun agar masih berada di sekitar 5,2 persen dan tahun depan tetap bertahan di atas 5 persen.
Tekait ancaman krisis pangan, Pemerintah telah memprioritaskan ketahanan pangan dengan menjaga ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga-harga pangan. “Indonesia cukup beruntung karena produksi beras kita dalam 3 tahun terakhir sebesar 31 juta dan tentunya kita memiliki daya tahan yang cukup. Karena dalam 3 tahun terakhir juga kita tidak melakukan impor beras. Selanjutnya kita juga melihat, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia relatif juga tidak mengimpor jagung dan bahkan kita mengalami surplus jagung,” tutur Menko Airlangga. (*)