TEMPO.CO, Jakarta - Seruan agar Mochamad Iriawan alias Iwan Bule mundur dari jabatan Ketum PSSI mencuat setelah kerusuhan maut di Stadion Kanjuruhan, Malang, 1 Oktober lalu. Serangan polisi terhadap para suporter dan penonton usai laga sepak bola Arema FC dan Persebaya Surabaya itu mengakibatkan sedikitnya 131 orang meninggal.
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menurunkan tim ke Malang untuk menyelidiki kasus ini. Mereka menemukan kelalaian ketua panitia pelaksana Abdul Haris dan kepala keamanan Suko Sutrisno. Komisi Disiplin PSSI menghukum keduanya.
Kepolisian RI menetapkan enam tersangka dalam kasus ini, termasuk Haris, Suko, dan Direktur PT Liga Indonesia Baru Akhmad Hadian Lukita. "Jadi (beberapa orang) sudah dihukum. Apakah dia nanti ke pidana, itu (diputuskan) polisi saja,” kata Iriawan kepada Majalah Tempo di Kota Malang pada Selasa, 4 Oktober 2022.
Namun, Iriawan saat itu menolak bila PSS harus bertanggung jawab atas kasus ini, sebagaimana muncul dalam berbagai komentar publik di media sosial. "Warganet kan banyak. Maaf sekali, ya. Ada yang tahu regulasi, ada yang enggak," katanya.
Dalam perbincangan dengan Tempo selama sekitar satu setengah jam di Malang, Iriawan menjelaskan mengapa PSSI tak dapat dituntut untuk bertanggung jawab atas kasus ini. Dia juga memaparkan temuan tim PSSI mengenai gas air mata yang dilarang Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) tapi digunakan polisi, pintu stadion yang terkunci, hingga kemungkinan FIFA membatalkan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun depan.
Baca selengkapnya di Majalah Tempo edisi pekan ini: Ketum PSSI: Ini Pertama Kali Gas Air Mata Ada di Stadion