TEMPO.CO, Malang - Polisi akhirnya mengembalikan telepon seluler milik Kelvin alias Kelpin, Aremania yang mengunggah video desak-desakan di pintu keluar saat Tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober 2022. Pengembalian itu dilakukan setelah Kelpin mendatangi Polres Malang bersama Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Edwin Partogi Pasaribu.
Edwin menyatakan bahwa ini merupakan kedua kalinya mereka mendatangi Polres Malang untuk mengambil telepon seluler Kelpin. Kemarin mereka telah melakukan hal serupa namun tak berhasil.
“Kemarin (6 Oktober) ke Polres Malang untuk ambil HP Kelvin, tapi penyidik tidak ditempat,” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu kepada Tempo, Jumat, 7 Oktober 2022.
Edwin menyatakan bahwa gawai Kelvin dikembalikan secara utuh. Di dalam gawai tersebut, Kelvin merekam tiga video terdiri atas suasana stadion, saat pertandingan dan saat keluar stadion.
“HP dipinjam petugas untuk transfer video,” katanya.
Kelvin merupakan Aremania yang sempat dikabarkan diculik oleh polisi. Menurut Edwin, peristiwa itu terjadi pada Senin, 3 Oktober 2022. Saat itu, polisi ingin meminta keterangan Kelpin atas peristiwa yang terjadi pasca laga BRI Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya tersebut.
Meskipun demikian, Edwin menyayangkan tindakan polisi yang membawa paksa Kelpin. Menurut dia, penyidik seharusnya bisa mengajukan surat pemanggilan terlebih dahulu seperti diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Bahwa Kelpin ini punya hak yang sama untuk diperlakukan di depan hukum. Kalau dimintai keterangan ya sebaiknya ada surat panggilan,” kata Edwin.
Dia juga menyayangkan langkah polisi yang menyita gawai Kelpin. Menurut dia, hal itu tak perlu dilakukan jika hanya untuk mentransfer video.
“HP seharunya tidak perlu lama-lama, segera dikembalikan setelah digunakan untuk kepentingan penyidikan,” katanya.
Edwin menyatakan bahwa dirinya juga sempat mendapatkan intimidasi dari polisi dalam pemeriksaan pada Senin lalu. Polisi, menurut Edwin, meminta Kelpin menghapus video dan akun tiktok @kelpinbotem yang dia gunakan untuk mengunggah video Tragedi Kanjuruhan itu. Edwin menilai penyidik berlebihan.
LPSK, menurut Edwin, pun telah menerima 11 pengajuan permohonan sebagai saksi dan korban dalam peristiwa tersebut yang merupakan Aremania. Meskipun demikian, dia menyatakan belum ada satu pun permohonan itu yang dikabulkan. Dia menyatakan, LPSK akan memberi perilndungan kepada saksi dan korban Tragedi Kanjuruhan yang mengalami intimidasi atau ancaman.
EKA YUDHA SAPUTRA | EKO WIDIANTO