TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menerbitkan surat edaran kepada penjabat atau Pj kepala daerah yang membolehkan memutasi maupun memberhentikan pejabat atau aparatur sipil negara (ASN) tanpa persetujuan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Surat edaran ini diterbitkan pada Rabu, 14 September 2022 lalu.
Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina, Khoirul Umam, menyatakan surat edaran tersebut merupakan tanda kemunduran serius dalam perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik. Pasalnya, kewenangan penjabat sudah diatur cukup jelas dalam Peraturan Pemerintah tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Dalam pasal 132 A, disebutkan jika penjabat kepala daerah dilarang untuk melakukan mutasi, membatalkan perijinan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, membuat kebijakan tentang pemekaran daerah, dan membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya. Namun, aturan ini lebih lanjut menyebutkan jika hal tersebut dapat dilakukan atas persetujuan tertulis Mendagri.
“Itu sudah cukup jelas memuat larangan bagi penjabat. Surat edaran yang dikeluarkan Mendagri berpotensi disalahgunakan oleh para penjabat yang sebenarnya tidak memiliki hak dan mandat dari rakyat karena mereka dipilih Mendagri,” kata Umam kepada Tempo, Jumat, 16 Agustus 2022.
Menurut Umam, aturan baru ini berpotensi membuka peluang terjadinya abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan. Sebab, penjabat pada dasarnya bersifat sementara. Karenanya, terbit berbagai larangan terhadap penjabat mengingat mereka tidak memiliki waktu yang panjang.
“Ini juga yang membuat design tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak itu salah. Mestinya dilakukan pada 2022 atau 2023 supaya kekosongan kekuasaan tidak terjadi terlalu lama,” ujarnya.
Khawatir ada agenda politik
Keleluasaan yang diberikan pada penjabat, kata Umam, berpotensi digunakan untuk mengubah banyak hal. Ia mengatakan di tengah kontestasi Pemilihan Umum 2024, penjabat bisa dijadikan mesin politik oleh kekuasaan untuk mendukung agenda politik tertentu.
“Kalau di fase awal peraturan pemerintah itu cukup clear untuk antisipasi supaya tidak terjadi perubahan radikal di fase transisi pemerintahan. Bagaimanapun posisi penjabat itu tidak mendapatkan mandat politiik langsung oleh rakyat,” kata Umam.
Selanjutnya: Kemendagri beralasan agar efisiensi birokrasi...