INFO NASIONAL -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, kebijakan menaikan harga BBM sebagai bentuk keadilan subsidi untuk rakyat. Selama ini, kata dia, 70 persen subsidi BBM dinikmati kelompok menengah atas. Sekarang, pos subsidi tersebut dialihkan kepada kalangan masyarakat bawah.
Menurut Menteri Agama ini, kebijakan pengalihan subsidi BBM merupakan langkah realistis yang harus diambil pemerintah untuk mengurangi beban negara. Pengurangan subsidi untuk BBM diharapkan keuangan negara semakin sehat.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani, memahami kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Kenaikan harga dinilai sebagai kebijakan tepat karena mayoritas pengguna BBM bersubsidi adalah kalangan mampu. “Kalangan industri juga banyak menggunakan BBM bersubsidi bahkan rumah tangga mampu,” ungkapnya.
Saat ini, kata Aviliani, adalah waktu yang tepat mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT). "Ini pelajaran buat pemerintah bahwa untuk menangani hal ini kita harus mempersiapkan diri untuk mengarah ke EBT atau pindah ke gas atau ke mikrohidro,” tuturnya.
Dia menyarankan subsidi BBM lebih tepat diberikan kepada orang yang membutuhkan ketimbang barang. “Hal ini untuk mencegah terjadinya moral hazard,” ujarnya.
Adapun ekonom Universitas Indonesia, Berly Martawardaya, menyebutkan pemanfaatan BBM bersubsidi selama ini belum sesuai dengan prinsip keadilan. Selama ini konsumsi bahan bakar bersubsidi didominasi masyarakat mampu.
"Konsumsi BBM didominasi masyarakat mampu, 80 persen pertalite dan 95 persen solar dikonsumsi oleh kelompok masyarakat mampu, sehingga tidak sesuai dengan prinsip distribusi dan keadilan," ungkap Berly.
Kepala BIN, Budi Gunawan, mengatakan pemerintah mengantisipasi ketidakpastian geopolitik global yang berdampak pada ancaman pangan dan energi melalui pengalihan subsidi BBM”. Dengan APBN yang sehat dan kuat, pemerintah memiliki ruang untuk melindungi kelompok terbawah.
Intelijen ekonomi BIN memprediksi situasi global masih belum akan pulih dalam waktu dekat. “Melalui bantalan sosial yang disiapkan pemerintah, kelompok terbawah masyarakat akan terlindungi dari gejolak harga pangan dan energi dunia yang fluktuatif,” tambahnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui subsidi komoditas seperti BBM paling banyak dinikmati kelompok pemilik kendaraan. Menurut dia, untuk menciptakan keadilan subsidi ratusan triliun rupiah tersebut lebih diberikan kepada kelompok ekonomi terbawah di Indonesia. Saat ini tercatat sebanyak 20,67 juta jiwa berada dalam kelompok miskin dan 16 juta pekerja berpendapatan rendah atau di bawah Rp 3,5 juta per bulan. “Jumlah ini mendekati 50 persen masyarakat yang dalam posisi ekonomi terbawah," ujarnya.
Pemerintah mengalokasikan bantuan sosial sebesar Rp 24,17 triliun dari pengalihan subsidi BBM untuk bantuan sosial. Sri Mulyani mengatakan ada tiga jenis bantuan yang akan diberikan. Pertama, bantuan langsung tunai (BLT) untuk 20,65 juta kelompok masyarakat sebesar Rp 150 ribu sebanyak empat kali, dengan total anggaran Rp 12,4 triliun. Kedua, bantuan subsidi upah sebesar Rp 600 ribu kepada 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan. Bantuan dibayarkan satu kali dengan anggaran Rp 9,6 triliun.
Ketiga, bantuan pemerintah daerah dengan menggunakan dua persen dari dana transfer umum yaitu dana alokasi umum dan dana bagi hasil sebanyak Rp2,17 triliun. Bantuan ini untuk membantu sektor transportasi seperti angkutan umum, ojek, nelayan dan bantuan tambahan perlindungan sosial.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah masih menganggarkan subsidi BBM pada tahun depan. “Presiden Jokowi telah menyampaikan di dalam nota keuangan RUU APBN tahun 2023 itu sudah dicadangkan senilai Rp 336 triliun untuk subsidi BBM,” ujarnya.
Kebijakan pemerintah menaikkan harga jual BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar masing-masing menjadi Rp 10.000 dan Rp 6.800 per liter merupakan merupakan pilihan sulit di tengah situasi pelik ini. “Kami memaklumi mengapa pemerintah menaikkan harga BBM," ujar Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf atau akrab disapa Gus Yahya, akhir pekan lalu. NU pun, kata dia, harus ikut membantu pemerintah mengatasi persoalan bangsa. "Caranya, kami harus bantu meringankan beban dengan tidak menambah beban pemerintah," tuturnya.
Mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra menturkan kenaikan harga BBM bersubsidi untuk mengurangi beban subsidi energi dalam APBNu tidak dapat dihindari.
“Kenaikannya jangan sekaligus agar tidak terasa. Kalau naiknya langsung banyak, nanti masyarakat yang terkejut," kata Azyumardi.