TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) angkat bicara soal kesimpulan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menyebutkan bahwa Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat diduga melakukan pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah. LPSK sebelumnya telah menolak permohonan Putri untuk dilindungi sebagai saksi dan korban.
Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, menyatakan pihaknya tak menemumkan adanya indikasi seperti yang disebut Komnas HAM. Edwin menyatakan bahwa Putri seharusnya melaporkan peristiwa yang diklaim terjadi pada 7 Juli itu kepada aparat kepolisian di Magelang.
Sejauh ini, dia menilai, pelecehan tersebut tak didukung dengan bukti-bukti yang kuat dan hanya sekedar klaim sepihak dari pihak Ferdy Sambo.
“Kalau sekarang kan tidak ada bukti saintifik atas peristiwa itu. Yang ada hanya klaim sepihak,” ujar Edwin saat dihubungi, 5 September 2022.
Piyama Putri Candrawathi Dinilai Bagian dari Skenario Palsu Sambo
Dalam konstruksi pembunuhan Yosua, Edwin pun mencurigai alasan mengapa rombongan Putri Candrawathi berpindah dari rumah pribadi di Jalan Saguling III ke rumah dinas Ferdy di Komplek Polri Duren Tiga. Dia menilai perpindahan itu tak lain untuk menjalankan rencana eksekusi terhadap Yosua.
Edwin bahkan menyoroti soal piyama yang terlihat dikenakan Putri saat dia kembali lagi ke rumah pribadinya pasca eksekusi tersebut. Dia menilai piyama itu sebagai bagian dari rencana Ferdy Sambo untuk membuat skenario seolah-olah ada pelecehan seksual terhadap Putri.
“Piyama itu disiapkan untuk konstruksi bahwa terjadi kekerasan seksual di Duren Tiga. Termasuk kalau dilihat piyama itu kancingnya ada yang terbuka kan,” kata Edwin.
Kesimpulan Investigasi Komnas HAM dan Skenario Palsu Sambo
Sebelumnya Komnas HAM dalam kesimpulannya menduga adanya pelecehan seksual oleh Brigadir J terhadap Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022. Meskipun demikian, mereka tak menjelaskan dasar dugaan tersebut.
Putri sendiri sempat melaporkan pelecehan tersebut ke polisi pada hari kematian Brigadir J, 8 Juli 2022. Namun, polisi menghentikan penyelidikan kasus itu karena tidak ada bukti.
Belakangan diketahui bahwa pelecehan seksual itu merupakan bagian dari skenario yang diciptakan Ferdy Sambo. Dalam skenario itu, Yosua disebut tewas karena aksi tembak menembak dengan Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu.
Bharada E pun akhirnya buka suara bahwa skenario tersebut palsu. Dia menyatakan menembak Yosua karena perintah dari Ferdy Sambo. Jenderal bintang dua itu juga disebut ikut melepaskan dua tembakan ke arah kepala Yosua.
Soal motif penembakan Brigadir J tersebut, hingga saat ini masih gelap. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR sempat menyatakan bahwa penyidik masih mendalaminya. Dia menyebut ada dua kemungkinan, yaitu perselingkuhan atau pelecehaan.
Baca: Eksklusif BAP Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan, Ada Arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo