TEMPO.CO, Jakarta - Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (Kasum) mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Jumat, 26 Agustus 2022. Mereka meminta kejelasan dari Komnas HAM tentang status kasus pelanggaran HAM berat pembunuhan terhadap Munir Said Thalib.
“Tadi kami bertemu tiga komisioner, dan dia menyampaikan hasil kera selama dua tahun ini,” kata Fatia Maulidiyanti seusai pertemuan di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat, 26 Agustus 2022.
Fatia mengatakan Komnas HAM sebetulnya telah berkesimpulan bahwa terdapat indikasi kuat pembunuhan terhadap Munir. Namun, Komnas mesti membentuk tim adhoc untuk menyelidiki unsur pelanggaran HAM berat dalam kasus ini.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ini mengkritisi lamanya waktu yang dibutuhkan Komnas HAM untuk memberikan status pelanggaran HAM berat terhadap kasus Munir. Menurut dia, dokumen dan hasil temuan dari Tim Pencari Fakta kasus Munir sebetulnya sudah banyak memberikan informasi tentang pelanggaran HAM berat di kasus itu.
“Seharusnya Komnas dapat bergerak lebih cepat menggunakan temuan itu,” kata dia.
Menurut dia, temuan TPF menunjukkan adanya unsur terstruktur, sistematis dan masif dalam pembunuhan Munir Said Thalib. Negara dengan alat yang dimilikinya, kata dia, berperan dalam perampasan nyawa aktivis Munir.
Dia berharap Komnas HAM bisa memberikan status pelanggaran HAM berat sebelum jabatan komisioner periode 2017-2022 berakhir.
“Kami mengapresiasi apa yang sudah dilakukan, tetapi kami sayangkan sudah terlalu lama,” ujar Fatia.
Munir Said Thalib adalah aktivis HAM yang tewas dalam penerbangan Garuda Indonesia dari Jakarta menuju Amsterdam pada September 2004. Munir disebut menegak kopi yang telah dibubuhi racun arsenik.
Hingga hari ini, baru satu orang yang terjerat dalam kasus tersebut. Dia adalah mantan pilot senior Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto. Pollycarpus lah yang disebut memasukkan racun itu ke dalam minuman Munir.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Pollycarpus 14 tahun penjara pada akhir 2005. Pollycarpus meninggal dunia dua tahun lalu akibat terserang Covid-19.
Dalam sidang peninjauan kembali kasus ini 2007 lalu, nama mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Prawiro Pranjono dan mantan Wakil Kepala BIN As'ad Said Ali sempat disebut.
Muchdi kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Juni 2008. Akan tetapi pada 31 Desember 2008 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Muchdi Pr bebas murni. Hakim menilai tudingan bahwa Muchdi sebagai otak pembunuhan Munir tak terbukti.