TEMPO.CO, Jakarta - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Siti Ruhaini Dzuhayatin menjelaskan alasan pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Pembentukan tim ini diumumkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi kemarin, dalam sidang MPR.
"Untuk memberikan penekanan pada aspek pengungkapan kebenaran, pemulihan korban, dan jaminan ketidakberulangan," kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu, 17 Agustus 2022.
Ruhaini menyebut Keputusan Presiden atau Kepres pembentukan tim sudah ditekan Jokowi, meski dalam pantauan Tempo belum dipublikasikan di laman resmi Sekretariat Negara. Ia menyebut tim dibentuk sejalan dengan pemerintah dan DPR yang terus mempercepat pembahasan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
"Ini semakin menguatkan kinerja pemerintah dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu secara non-yudisial yang saat ini sedang berlangsung," kata Ruhaini.
Sebelumnya, Jokowi mengatakan dirinya telah meneken Kepres tersebut, di mana tim ini bakal mengusut kejahatan HAM masa lalu yang belum terselesaikan sampai saat ini.
"Tindak lanjut atas temuan Komnas HAM masih terus berjalan. Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu telah saya tanda tangani," ujar Jokowi saat menyampaikan pidato di Sidang MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa, 16 Agustus 2022.
Jokowi menjelaskan, pihaknya sedang memberikan perhatian serius terhadap penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Selain Keppres tersebut, Jokowi menyebut. RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi juga sedang dalam proses pembahasan.
Sampai saat ini, Komnas HAM tengah menangani 12 kasus pelanggaran HAM berat. Kasus-kasus tersebut di antaranya seperti Pembunuhan Massal 1965, Peristiwa Talangsari Lampung 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Rumoh Geudong Aceh 1998, dan Kerusuhan Mei 1998.
Lalu Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 3 Mei 1999, Peristiwa Wasior dan Wamena 2001, Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003, Pembunuhan Munir, hingga Peristiwa Paniai.
Kritik Setara Institute
Setara Institute mengkritik langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi membentuk Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat. Setara menilai pembentukan tim itu hanya proyek mempertebal impunitas dan pemutihan pelanggaran HAM masa lalu.