TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai dugaan adanya penghilangan barang bukti dalam kasus kematian Brigadir J alias Nopryansah Yosua Hutabarat semakin kuat dengan langkah pencopotan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo cs. Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, menyatakan bahwa salah satu alat bukti yang diduga dihilangkan adalah rekaman kamera pengamanan atau CCTV (Closed Circuit Television) di rumah dinas mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri tersebut.
"Dengan diberikannya sanksi kepada 25 orang termasuk tiga perwira tinggi itu mengindikasikan secara kuat bahwa ada upaya menghilangkan barang bukti. Salah satunya CCTV di TKP yang sudah kami persoalkan beberapa waktu ini," kata Ahmad Damanik dalam diskusi daring Jumat kemarin, 5 Agustus 2022.
"Dengan begitu dugaan obstruction of justice makin kuat," kata dia.
Ahmad Taufan menilai rekaman CCTV itu itu merupakan bukti utama dalam mengungkap rentetan peristiwa kematian Yosua. Dalam penelusuran Komnas HAM, menurut dia, ada pihak yang dengan sengaja menghilangkan alat bukti itu.
Dia menyatakan sempat marah soal hilangnya rekaman CCTV itu. Bahkan mengancam akan melapor ke Presiden Jokowi.
"Saya marah. Saya akan lapor ke presiden. Itu ancaman bahasa saya untuk mengatakan hai kalian jangan bohong tentang CCTV," kata dia.
Dia pun menyatakan mendukung langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut tuntas keterlibatan 25 anggota polisi itu.
Pada Kamis, 4 Agustus 2022, Kapolri sempat menyatakan ada 25 anggotanya yang bertindak tak profesional dalam menangani kasus kematian Yosua. Dia menyatakan mereka telah diperiksa oleh tim Inspektorat Khusus (Irsus) dan tim khusus yang dibentuknya untuk mengungkap kasus ini.
Dari 25 orang itu, tiga diantaranya adalah perwira tinggi, yaitu: Irjen Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan dan Brigjen Benny Ali.
Berikutnya, peran Hendra dan Benny