TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri akan memeriksa lagi tersangka dari petinggi lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap atau ACT. Kepala Sub Direktorat IV Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Komisaris Besar Andri Sudarmaji menyampaikan, pemeriksaan dilakukan kepada semua tersangka.
"Semua besok, pukul 13.30," katanya melalui pesan singkat saat dikonfirmasi, Kamis, 28 Juli 2022.
Diberitakan sebelumnya, polisi menetapkan tersangka kepada mantan Ketua Dewan Pembina ACT Ahyudin, Ketua Dewan Pembina Yayasan ACT Novariadi Ilham Akbari, Anggota Dewan Pembina Yayasan ACT Heryana Hermai, dan Ketua Yayasan ACT Ibnu Khajar, pada Senin, 25 Juli 2022.
Bareskrim telah meminta pencekalan para tersangka agar tidak keluar negeri kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pihak imigrasi juga telah memastikan bahwa mereka mulai dicegah keluar negeri sejak 26 Juli hingga 14 Agustus 2022.
Kepolisian juga belum melakukan penahanan kepada petinggi ACT yang jadi tersangka itu. Andri menuturkan bahwa pihaknya masih melengkapi administrasi penyidikan terkait kasus yang menjerat mereka.
Dia menuturkan bahwa masih ada kemungkinan saksi lain yang bakal diperiksa untuk memperkuat data yang dibutuhkan. “Bisa jadi, nanti kita lihat mana yang kira-kira perlu penambahan atau apa,” ujarnya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyatakan keempatnya dijerat dengan pasal berlapis mulai dari soal penyelewengan dana, hingga pencucian uang.
“Persangkaan pasal tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP, pasal 374 KUHP, pasal 45 A ayat 1 juncto pasal 28 ayat 1 UU No. 19/2016 tentang perubahan UU No. 11/2008 tentang ITE,” tuturnya saat konferensi pers, Senin, 25 Juli 2022.
Selajutnya, pasal 70 ayat 1 dan 2 juncto pasal 5 UU No. 16/2001 sebagaimana telah diubah UU No. 28/2004 tentang perubahan atas UU No. 16/2001 tentang Yayasan. Berikutnya, pasal 3, pasal 4, dan pasal 6 UU No. 8/2010 tetang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, serta yang terakhir pasal 55 KUHP juncto pasal 56 KUHP.
Dalam kasus ini diduga ada permasalahan pemotongan donasi yang tidak sesuai aturan untuk operasional yayasan. Selain itu ada penyelewengan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Boeing untuk korban kecelakaan Lion Air JT610 yang terjadi pada 29 Oktober 2019.
Baca juga: Empat Tersangka ACT Dicegah ke Luar Negeri hingga 14 Agustus
MUTIA YUANTISYA