TEMPO.CO, Jakarta - Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri menandatangani nota kesepakatan (MoU) untuk mengupayakan rehabilitasi ketimbang pidana bagi pengguna dan pecandu narkotika. Namun kebijakan ini tidak berlaku bagi bandar narkoba.
Kepala BNN Komisaris Jenderal Petrus Golose mengatakan kebijakan ini demi menyelamatkan generasi rentang usia antara 15 sampai dengan 64 tahun dari penyalahgunaan narkotika. “Yang kalau bisa tidak kami kenakan pasal-pasal yang menuju criminal justice system, kecuali mereka adalah bandar, bos kriminal, dan dia betul-betul berada di dalam jaringan,” katanya di Mabes Polri, Jakarta, Selasa, 12 Juli 2022 dikutip dari Antara.
Upaya ini, kata Golose, melihat prevalensi pengguna narkotika di Indonesia sekarang pada angka 1,95 persen. Sementara itu jumlah pengguna yang masuk dalam lembaga pemasyarakatan untuk kota-kota besar angkanya di atas 70 persen, sedangkan di daerah sekitar 50 persen.
Berkaca dari negara seperti Panama, kebanyakan jumlah bandar yang ditahan di lembaga pemasyarakatan di atas 80 persen bukan pengguna. Petugas setempat bahkan melakukan pengungkapan kasus dengan barang bukti yang cukup banyak, yakni 134 ton kokain dan ada pula 1.200 ton di wilayah Kolombia.
Kesepakatan untuk mengupayakan rehabilitasi bagi pecandu dan pengguna ditandatangani tujuh kementerian/lembaga, yakni BNN, Polri, dan Kejaksaan Agung.
Menurut Golose, adanya kesepakatan bersama ini, maka orang tua, masyarakat yang mengetahui anak, dan keluarganya pengguna dapat melaporkan kepada pihak yang berwajib tanpa perlu khawatir akan dipidana.
“Kalau dia hanya sebagai pengguna terus kami tidak selamatkan maka dia akan masuk di dalam proses kriminalisasi sistem. Ini yang akan kami jaga, kami cegah ada yang disebut dengan tim asesmen terpadu (TAT),” kata Golose.
Sementara itu Direktur Tindak Pidana Narkoba (Ditipidnarkoba) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Krisno H Siregar menjelaskan nota kesepakatan untuk menyesuaikan kondisi saat ini dalam proses penegakan hukum kasus penyalahgunaan narkotika, salah satunya saat pelimpahan tersangka kasus pengguna oleh kepolisian ke tim asesmen terpadu di BNN akan dipangkas.
"Penyidik maksimal tiga hari setelah penangkapan harus sudah menyerahkan seseorang tersangka atau pengguna. Kalau dulu enam hari kerja," kata Krisno.
Menurut dia, proses tersebut akan dilanjutkan melalui rekomendasi yang diterbitkan tim asesmen terpadu maksimal enam hari setelah penangkapan sehingga, proses untuk mengambil kesimpulan tersangka dapat direhabilitasi atau tidak menjadi lebih cepat.
"Tim TAT ini sudah memutuskan dan mengeluarkan rekomendasi enam hari setelah penangkapan pada waktu yang lebih sempit. Polri bekerja keras untuk menentukan apakah dia direkomendasikan ke TAT atau mengikuti (proses hukum)," kata Krisno.
Baca juga: BNN Tolak Wacana Legalisasi Ganja di Indonesia