TEMPO.CO, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera atau PKS mendaftarkan gugatan atau judicial review soal Presidential Threshold 20 persen ke Mahkamah Konstitusi. Presiden PKS Ahmad Syaikhu menyampaikan tiga alasan pihaknya ingin melakukan uji materiil aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.
Mahkamah Konstitusi telah menerima dengan surat tanda terima No.69-1/PUU/PAN.MK/AP3 saat pendaftaran kemarin. Pokok perkara yang diajukan adalah pengujian materiil Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Pemohonnya adalah Presiden PKS Ahmad Syaikhu dan Sekretaris Jenderal Aboe Bakar Alhabsyi sebagai Pemohon I, serta Ketua Majelis Syura Salim Segaf Al Jufri sebagai Pemohon II. Kuasa pemohon dalam pengajuan ini adalah Zainudin Paru. Mereka mengungkap 3 alasan menggugat ambang batas pemilihan presiden itu:
1. Penyambung Lidah Rakyat
Ahmad Syaikhu mengklaim PKS telah mendengarkan aspirasi masyarakat untuk menolak aturan Presidential Threshold. Dia optimis Mahkamah Konstitusi bisa mengabulkan judicial review dengan argumentasi hukum yang akan disampaikan pada persidangan nanti.
Dia berharap agar masyarakat juga lebih leluasa memilih pasangan calon pada Pilpres kelak.
2. Menguatkan Sistem Demokrasi
Mantan Wakil Wali Kota Bekasi itu menyampaikan bahwa PKS ingin Presidential Threshold diturunkan menjadi sekitar 7-9 persen. PKS ingin peluang lebih terbuka untuk pencalonan presiden dan wakil presiden lebih dari dua pasang.
Angka tersebut juga sebagai titik tengah dari pilihan nol persen. Sebab melihat dari gugatan pihak-pihak sebelumnya yang selalu ditolak karena ingin nol persen.
Syaikhu mengatakan, tidak ada alasan ilmiah soal besaran angka ambang batas yang saat ini masih 20 persen. Walaupun PKS dahulu ikut merumuskan aturan ini, Syaikhu berpendapat tidak akan menjadi celah kelemahan saat persidangan di Mahkamah Konstitusi.
Dia mengatakan pihaknya telah mengikuti alur pemikiran Mahkamah Konstitusi yang sebelumnya telah mengadili kurang lebih 30 permohonan uji materiil aturan tersebut. Mahkamah Konstitusi, kata Syaikhu, menyebut angka Presidential Threshold sebagai open legal policy.
Namun PKS menilai ketentuan itu mesti menyertakan landasan rasional dan proporsional agar tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Syaikhu menuturkan bahwa pihaknya sudah mempelajari soal gugatan yang dilayangkan kali ini.
3. Ingin Meminimalisir Polarisasi
PKS ingin mengurangi polarisasi di masyarakat akibat hambatan Presidential Threshold 20 persen, seperti yang terjadi pada Pemilu 2014 dan 2019. Mengingat saat itu hanya ada dua pasang calon presiden dan wakil presiden yang bertarung di kontestasi Pilpres.
Untuk diketahui, PKS juga berpeluang mencalonkan Ketua Majelis Syura Salim Segaf Al Jufri sebagai Capres 2024. Maka dari itu, ketentuan Presidential Threshold 20 persen sekarang dianggap merugikan secara konstitusional.