Namun, pengurus Surau Sydney Australia menyebut pemotongan donasi tersebut sudah atas persetujuan mereka saat berkomunikasi dengan ACT. “Sejak awal kami sudah setuju itu dipotong, termasuk untuk iklan ke Facebook. Tidak ada masalah bagi kami," tutur Ketua Surau Sydney Australia Novri A Latif.
Ibnu Khajar menyebut potongan sebesar itu diperuntukkan bagi biaya iklan. "Ketika masuk ke crowdfunding, orang maklum sebenarnya ada biaya iklan, bukan kami, tapi Kitabisa yang mengelola. Iklan itu mereka juga tidak pakai, langsung ke Google Ads atau Facebook, terbayang kan mahalnya seperti apa? Plus minus hampir 20 persen itu untuk iklan. Itu ada semua laporannya, donatur tinggal buka, bisa terlihat alokasinya untuk apa," ujar Ibnu Khajar pada 28 Juni lalu.
Ibnu menampik bahwa yayasannya pernah memotong donasi hingga 40-50 persen. "Pertanyaannya sederhana, mana mungkin orang mau mempercayakan kepada lembaga kalau potongannya 40 persen. Auditor pasti akan teriak-teriak," ujar dia.
Dalam laporan Majalah Tempo edisi 2 Juli 2022 berjudul Kantong Bocor Dana Umat, Tempo menyajikan pelbagai tulisan hingga informasi terkait jumlah dana yang dikumpulkan ACT, pengelolaannya hingga kebocoran di sana. Dana ratusan miliar tersebut digunakan untuk berbagai program. Mulai dari membantu korban bencana alam hingga pembangunan sekolah atau pun tempat ibadah. Akan tetapi pengelolaan dana ratusan miliar tersebut juga diduga bermasalah.
Keuangan perusahaan limbung sejak akhir tahun lalu, terkuak dari pemotongan gaji karyawan hingga macetnya sejumlah program. Dana umat diduga diselewengkan untuk kepentingan pribadi dan memenuhi gaya hidup mewah para petingginya.NACT membantah adanya dugaan penyelewengan dana tersebut.
Pimpinan ACT mengklaim sejumlah program macet dan pemotongan gaji karyawan terjadi karena dampak pandemi yang menyebabkan berkurangnya donatur. Polisi bekerjasama dengan PPATK kini masih menyelidiki dugaan penyelewengan dana tersebut.
DEWI NURITA
Baca: Kementerian Sosial Cabut Izin ACT, Ada Indikasi Pelanggaran