TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menjelaskan kasus 46 calon jemaah haji Indonesia yang dideportasi oleh pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Asosiasi menyimpulkan kejadian yang melibatkan lembaga bernama PT Alfatih Indonesia Travel ini murni aksi penipuan.
"Karena dia edit data dan itu bukan visa haji, tapi visa umrah. Datanya diedit sehingga dia gunakan untuk berangkat," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Muhammad Farid Al-Jawi saat dihubungi, Selasa, 5 Juli 2022.
Kendati demikian, Farid menyebut seharusnya pihak maskapai penerbangan bisa mengecek dan memiliki kemampuan untuk membedakan visa yang asli atau palsu yang digunakan para jemaah ini. "Karena kalau sudah berangkat justru kena penalti," kata pemilik Tursina Tours ini.
Sebelumnya, 46 jemaah ini tertahan di Bandara Internasional Jeddah, Arab Saudi, pada Kamis dini hari, 30 Juni 2022. Mereka tidak lolos proses imigrasi setelah diketahui bahwa visa yang dibawa tidak ditemukan dalam sistem imigrasi Arab Saudi.
Menurut pengakuan pihak travel, mereka menggunakan visa dari Singapura dan Malaysia untuk memberangkatkan 46 WNI tersebut. Belakangan, Alfatih pun diketahui belum terdaftar di Kementerian Agama sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PiHK).
Farid menjelaskan pelaksanaan haji furoda atau haji tanpa antrean sebenarnya sudah berlangsung setiap tahun, sebagai alternatif haji reguler yang bisa menunggu sampai 50 tahun lamanya. Akan tetapi, baru pada tahun 2019 pelaksanaan haji furoda diatur pemerintah lewat UU Haji.
Meski pemerintah tidak mengelola visa haji furoda, para jemaah tetap harus melakukan ibadah haji melalui PIHK yang berizin dan resmi. Jika tidak, maka ada sanksi yang menanti.
Lalu ketika pelaksana haji furoda mendapatkan visa dari klien mereka, maka pembayaran tetap harus dilakukan melalui aplikasi e-hajj. Sehingga, para jemaah tetap bisa dipantau oleh Kementerian Agama untuk selanjutkan dilakukan pembayaran ke Masyair.
Masyair adalah semua akomodasi dan transportasi yang dibutuhkan selama pelaksanaan ibadah di Mekkah, Madinah, hingga Arafah. Tapi, terjadilah kasus dugaan penipuan oleh Alfatih ini dan 46 jemaah kadung berangkat.
Kendati maskapai bisa mencegah, Farid menyebut sekarang adalah era digital di mana semua orang bisa melakukan apapun. "Kalau tidak punya perangkat untuk mengecek secara digital, itu juga repot, karena itu kan visa negara lain," kata dia.
Selanjutnya: Visa Negala Lain Sah, tapi...