Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pakar Khawatir RKUHP Lahirkan Otoritarianisme, Bukan Dekolonialisasi

Reporter

Editor

Febriyan

image-gnews
Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR RI untuk menolak rencana pengesahan RKUHP, Selasa, 28 Juni 2022. TEMPO/M Julnis Firmansyah
Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR RI untuk menolak rencana pengesahan RKUHP, Selasa, 28 Juni 2022. TEMPO/M Julnis Firmansyah
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum Rasamala Aritonang mengkhawatirkan rencana pengesahan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan melahirkan otoritarianisme. Menurut dia, bentuk kepatuhan buta pada otoritas itu bisa timbul karena ada sejumlah pasal yang mengekang masyarakat untuk menyampaikan kritik dan berpendapat.

“Jangan sampai kita bergerak dari kolonialisme menuju otoritarianisme,” kata Rasamala dalam diskusi Indonesia Memanggil 57 Institute, Sabtu, 2 Juli 2022.

Rasamala paham rencana pemerintah dan DPR mengubah KUHP bertujuan untuk menghilangkan watak kolonial dari aturan yang sudah ada sejak jaman Hindia Belanda tersebut. Maka itu, salah satu tujuan mengesahkan RKUHP adalah menghilangkan watak aturan kolonial atau dekolonialisasi.

Namun, mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini berpendapat sejumlah aturan dalam RKUHP justru tidak selaras dengan tujuan tersebut. Dia khawatir RKUHP hanya mengganti watak kolonial dengan aturan yang bersifat otoritarian.

Manajer Litigasi IM57 Institute itu menyebutkan soal pasal penghinaan presiden, lembaga negara dan pemerintah. Begitupun pasal-pasal pidana terhadap mereka yang melakukan demonstrasi.

Rasamala mengatakan keberadaan pasal-pasal tersebut membuatnya bertanya bagaimana pemerintah memandang sebuah negara. Dia menyatakan ada dua cara pandang untuk menjawab apa itu negara. Pertama, negara sebagai simbol sakral. Kedua, negara sebagai lembaga pelayanan publik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut dia, banyak pemerintah dan masyarakat yang sudah meninggalkan pandangan negara sebagai simbol sakral. Pandangan yang lebih modern dan banyak dianut saat ini adalah negara sebagai lembaga pelayanan publik.

Negara sebagai lembaga pelayan masyarakat, kata dia, akan memberikan ruang yang luas kepada masyarakat untuk menyampaikan kritik. Dia mengatakan bila pemerintah dan DPR berpandangan sebagai pelayan publik, lebih baik pasal-pasal yang mengekang kebebasan masyarakat itu dihapus.

“Kita punya kepentingan yang sama untuk memajukan kehidupan bernegara, untuk itu kita harus membuat negara yang melayani dan membantu kita untuk memajukan kepentingan tersebut,” kata Rasamala.

Sebelumnya, pasal penghinaan terhadap presiden, lembaga negara dan pemerintah memang masih masuk ke dalam RKUHP. Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan bahwa konstruksi pasal-pasal ini berbeda dengan yang ada di KUHP saat ini. Sebagai contoh, pasal penghinaan presiden diubah dari delik umum menjadi delik aduan, artinya presiden sendiri yang harus melaporkan penghinaan terhadap dirinya kepada aparat penegak hukum. 


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

IM57+ Institute Minta KPK Tegas Umumkan Status Eddy Hiariej, jangan Ikuti Langkah Politik

8 hari lalu

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata usai pemeriksaan sebagai terlapor terkait pertemuannya dengan Eko Darmanto, di Gedung Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, pada Selasa, 15 Oktober 2024. TEMPO/Dani Aswara.
IM57+ Institute Minta KPK Tegas Umumkan Status Eddy Hiariej, jangan Ikuti Langkah Politik

Eddy Hiariej menjadi Wakil Menteri Hukum dalam Kabinet Presiden Prabowo Subianto.


Pimpinan DPR Yakini Upaya Reformasi Regulasi Akan Berjalan Optimal di Komisi XIII

10 hari lalu

Anggota DPR dari Fraksi NasDem, Willy Aditya, resmi ditetapkan sebagai Ketua Komisi XIII DPR, Rabu, 23 Oktober 2024. Komisi yang baru dibentuk ini membidangi reformasi regulasi dan hak asasi manusia. TEMPO/Nandito Putra
Pimpinan DPR Yakini Upaya Reformasi Regulasi Akan Berjalan Optimal di Komisi XIII

Wakil Ketua DPR Adies Kadir, mengatakan komposisi keanggotaan Komisi XIII bisa mempercepat reformasi regulasi di Indonesia.


Eddy Hiariej Jadi Wakil Menteri Lagi, Begini Jawaban KPK soal Status Tersangkanya

12 hari lalu

KPK menetapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej menjadi tersangka gratifikasi. Dia diduga menerima gratifikasi senilai Rp 8 miliar dari Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. KPK menduga suap tersebut diberikan agar Eddy membantu Helmut dalam perebutan kepemilikan PT CLM. Selain itu, gratifikasi diduga diberikan agar Eddy membantu Helmut dalam kasus pidana yang menjeratnya di Badan Reserse Kriminal Polri. Namun, hingga kini Eddy masih belum ditahan. TEMPO/Imam Sukamto
Eddy Hiariej Jadi Wakil Menteri Lagi, Begini Jawaban KPK soal Status Tersangkanya

Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej pernah berstatus tersangka dugaan gratifikasi dan suap di periode pemerintahan Presiden Jokowi


IM57+ Institute: Pembentukan Kortas Tipikor Polri Tak Cukup tanpa Perbaikan Muruah KPK

14 hari lalu

(Dari kanan) Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha dan mantan penyidik KPK Novel Baswedan usai mengajukan uji materiil terhadap UU KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat pada Selasa, 28 Mei 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
IM57+ Institute: Pembentukan Kortas Tipikor Polri Tak Cukup tanpa Perbaikan Muruah KPK

Menurut IM57, begitu banyak tim dibentuk tanpa ada perubahan signifikan di Indonesia.


IM57+ Institute Sarankan Dewas KPK Tetap Usut Alexander Marwata

16 hari lalu

(Dari kanan) Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha dan mantan penyidik KPK Novel Baswedan usai mengajukan uji materiil terhadap UU KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat pada Selasa, 28 Mei 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
IM57+ Institute Sarankan Dewas KPK Tetap Usut Alexander Marwata

Eks penyidik KPK itu mengatakan proses pidana di Polda Metro Jaya dan pengusutan etik di Dewas KPK merupakan proses penegakan hukum yang berada.


Guru Besar UII Ini Pertanyakan Perubahan Kedua UU ITE: Melindungi atau Mengontrol HAM?

18 hari lalu

Para narasumber sedang berbincang dalam diskusi publik membahas perubahan kedua UU ITE dan implementasinya, di Yogyakarta, Jumat, 11 Oktober 2024 (Sumber: istimewa)
Guru Besar UII Ini Pertanyakan Perubahan Kedua UU ITE: Melindungi atau Mengontrol HAM?

Guru Besar Ilmu Komunikasi UII Profesor Masduki mempertanyakan perihal perubahan kedua UU ITE.


Janji Kapolda Metro Jaya Tuntaskan Kasus Firli Bahuri, IM57+ Institute: Komitmennya Tertulis dalam Catatan Publik

21 hari lalu

Ketua KPK, Firli Bahuri, menghadirkan Walikota Bima periode 2018-2023, Muhammad Lutfi, resmi memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis, 5 Oktober 2023. KPK resmi meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan melakukan penahanan secara paksa selama 20 hari pertama terhadap tersangka baru, Muhammad Lutfi, dalam dugaan tindak pidana korupsi ikut serta dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa serta penerimaan gratifikasi mencapai Rp.8,6 miliar di lingkungan Pemerintah Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. TEMPO/Imam Sukamto
Janji Kapolda Metro Jaya Tuntaskan Kasus Firli Bahuri, IM57+ Institute: Komitmennya Tertulis dalam Catatan Publik

IM57+ Institute menanggapi janji Kapolda Metro Jaya, Irjen Karyoto, yang akan menuntaskan kasus eks Ketua KPK Firli Bahuri.


Kapolda Janji Selesaikan Kasus Firli Bahuri, IM57+ Institute: Memang Tanggung Jawab Moril Penegak Hukum

21 hari lalu

Pertemuan Firli Bahuri dengan Syahrul.
Kapolda Janji Selesaikan Kasus Firli Bahuri, IM57+ Institute: Memang Tanggung Jawab Moril Penegak Hukum

Menurut Praswad, penuntasan kasus Firli Bahuri itu memang sudah sepatutnya dilakukan oleh penegak hukum sebagai tanggung jawab moralnya kepada publik.


Kasus Alexander Marwata, IM57+ Institute: Integritas Pimpinan KPK Melemah, Pelanggaran Etik Kian Marak

22 hari lalu

(Dari kanan) Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha dan mantan penyidik KPK Novel Baswedan usai mengajukan uji materiil terhadap UU KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat pada Selasa, 28 Mei 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Kasus Alexander Marwata, IM57+ Institute: Integritas Pimpinan KPK Melemah, Pelanggaran Etik Kian Marak

Menurut Praswad, lemahnya penegakan etik di KPK membuka peluang terjadinya pelanggaran yang lebih serius di masa depan.


Kominfo: Pasal Pencemaran Nama Baik di UU ITE Tidak Melanggar HAM

23 hari lalu

Kegiatan diskusi membahas tentang implementasi UU ITE bersama Kominfo di Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024. TEMPO/Ridho Fadila
Kominfo: Pasal Pencemaran Nama Baik di UU ITE Tidak Melanggar HAM

Kementerian Kominfo memastikan pencantuman pasal pencemaran nama baik pada perubahan kedua UU ITE sudah sesuai dan tidak melanggar HAM.