TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Indonesia Evi Fitriani menyebut Indonesia memiliki soft power dan kekuatan moral untuk membantu menghentikan perang Rusia - Ukraina. Pandangan ini disampaikan di tengah rencana pertemuan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan Presiden Volodymyr Zelensky di Kyiv dan Presiden Vladimir Putin di Moskow.
"Jadi yang kita tawarkan makna simbolik dari kehadiran (Presiden) itu," kata Evi saat dihubungi, Senin, 27 Juni 2022.
Indonesia, kata Evi, memiliki kekuatan moral mengatasnamakan masyarakat dunia yang sedang berusaha menyadarkan bahwa dunia sedang sengsara atas peperangan yang terjadi. Jokowi pun bisa memberikan pemahaman tersebut kepada kedua pemimpin negara.
Sejalan dengan itu, Evi menilai Jokowi pun bisa memanfaatkan ini sebagai tawaran exit strategy kepada Putin. Lantaran, kelanjutan perang ini dinilai tergantung pada Rusia yang kini terus menekan.
Sedangkan, Evi melihat perang terus berlangsung karena Rusia saat ini tak punya exit strategy untuk menghentikannya. "Dia (Rusia) mau berhenti apa alasannya? kehilangan muka dong?" kata Evi.
Maka, exit strategy inilah yang dinilai Evi bisa ditawarkan Jokowi dalam kunjungan ke Rusia dan Ukraina ini. Indonesia tidak mewaliki pihak kiri dan kanan, sehingga bisa menjadi kekuatan moral tersendiri untuk membantu menghentikan perang.
"Selama ini strategi Indonesia juga tidak mengecualikan Rusia, dengan tujuan Rusia tetap melihat Indonesia sebagai teman, Ukraina juga lihat kita sebagai teman," ujarnya.
Pandangan ini disampaikan Evi karena sejatinya Indonesia tidak punya kekuatan untuk bisa memaksa Rusia dan Ukraina yang tengah berperang untuk berdamai. Biasanya, negara penengah perang mempunyai carrot and stick alias mekanisme hukuman dan hadiah.
Evi mencontohkan Amerika Serikat yang bisa menekan dengan memberikan bantuan ekonomi agar dua negara tertentu bisa berhenti bertikai. Sedangkan Indonesia saat ini dinilai tak punya uang tak punya senjata untuk memaksa kedua negara Eropa Timur itu berhenti berperang.
Jokowi ke Ukraina dan Rusia
Sebelumnya, kabar kunjungan Jokowi ini disampaikan oleh media Rusia TASS. Jokowi disebut akan bertemu Putin pada 30 Juni ini. Beberapa hari kemudian, barulah Kementerian Luar Negeri mengkonfirmasi kabar ini. Tak hanya ke Rusia, Jokowi pun juga akan ke Ukraina.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyebut misi lawatan Jokowi ke dua negara yang sedang berselisih ini adalah untuk terus mendorong semangat perdamaian. Sebagai presidensi G20 dan anggota Champion Group from Global Crisis Response Group yang dibentuk Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB, kata Retno, Jokowi memilih untuk berkontribusi dalam masalah geopolitik ini.
Retno mengatakan, kunjungan presiden menunjukan kepedulian terhadap isu kemanusiaan. Presiden juga akan mencoba memberikan kontribusi menangani isu pangan.
"(Masalah itu) diakibatkan karena perang, dampak dirasakan semua negara terutama negara berkembang dan penghasilan rendah. Dan (presiden akan) terus mendorong spirit perdamaian," kata Retno dalam jumpa pers virtual Kementerian Luar Negeri Rabu, Rabu, 22 Juni 2022.
Retno juga menyebut Jokowi akan ke Ukraina dan Rusia setelah menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Elmau, Jerman, pada Senin, 27 Juni 2022. Kemarin, Jokowi sudah hadir di acara ini dan langsung menyinggung soal dampak Perang Ukraina di depan pemimpin negara G7.
Bicara Dampak Perang Ukraina
Jokowi berbicara dalam KTT G7 Sesi II dengan topik ketahanan pangan dan kesetaraan gender. Ia meminta adanya reintegrasi ekspor gandum Ukraina serta ekspor komododitas pangan dan pupuk Rusia dalam rantai pasok global.
Kepala negara pun meminta dukugan negara G7 untuk mengupayakan hal tersebut. Jokowi menyebut dua cara yang bisa ditempuh, pertama yaitu membantu ekspor gandum Ukraina dapat segera berjalan. Kedua, komunikasi secara proaktif kepada publik dunia bahwa pangan dan pupuk dari Rusia tak dikenai sanksi.
“Komunikasi intensif ini perlu sekali dilakukan," kata Jokowi
Sehingga, kata Jokowi, tidak terjadi keraguan yang berkepanjangan di publik internasional. "Komunikasi intensif ini juga perlu dipertebal dengan komunikasi ke pihak-pihak terkait seperti bank, asuransi, perkapalan dan lainnya,” kata Jokowi.
Permintaan disampaikan di tengah sederet sanksi ekonomi yang dijatuhkan Eropa ke Rusia yang menggempur Ukraina sejak 24 Februari lalu. Komoditas gandum Ukraina adalah salah satu yang terdampak akibat perang yang terus berlangsung di sana.
Bisa Pertemukan Putin dan Zelensky di Bali
Pakar hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, juga melihat masih ada peran yang busa digunakan Jokowi untuk membantu perdamaian Rusia dan Ukraina. Terlebih, Indonesia tahun ini jadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.
KTT G20 yang akan digelar di Bali, November akhir tahun ini, menuai sorotan karena sejumlah pemimpin dunia mempertimbangkan kembali untuk hadir di Indonesia sebagai imbas Perang Ukraina. Akan tetapi, Presiden Putin dipastikan akan hadir meski ada penolakan dari Amerika Serikat.
Tak hanya Putin, Jokowi juga telah resmi mengundang Zelensky ke KTT G20 di Bali. Maka dengan menjadi Indonesia menjadi tuan rumah G20, Reza menilai Indonesia berpeluang mempertemukan pihak yang bertikai ini di Bali.
Reza mencontohkan Singapura dan Vietnam yang sudah mengambil peran menjadi tuan rumah pertemuan eks Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Korea Utara Kim Jong-un. "Indonesia bisa lakukan itu, di suatu wilayah di Bali," ujar Reza saat dihubungi, Sabtu, 18 Juni 2022.
Baca: Jokowi Bicara Ukraina dengan Emmanuel Macron di KTT G7: Situasi Kompleks