TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Ardian Noervianto dan kaki tangannya menerima suap senilai Rp 2,4 miliar untuk mengurus dana Pemulihan Ekonomi Nasional. Dia didakwa menerima uang itu dari Bupati Kolaka Timur Andi Merya untuk mengurus pengajuan dana PEN 2021.
“Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,” kata jaksa KPK membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 16 Juni 2022.
Kasus bermula ketika Andi sedang mencari dana segar melalui pinjaman PEN daerah. Dia kemudian mencari akses ke pejabat di Kemendagri melalui Sukarman Loke dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M. Syukur. Syukur merupakan teman Ardian di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri.
Dari perkenalan itu, Ardian melalui Syukur menyampaikan Kementerian Dalam Negeri akan memberikan rekomendasi plafon pinjaman Rp 151 miliar untuk Kolaka Timur dengan syarat fee tiga persen. Pemberian dilakukan secara dicicil Rp 1,5 miliar sebelum pengajuan dan sisanya setelah dikabulkan.
Ardian Noervianto menerima Rp 1,5 miliar dalam bentuk Sin$ 131 ribu dari Andi Merya melalui perantara pada 21 Juni 2021. Selain uang itu, jaksa mendakwa Sukarman dan Syukur turut menerima uang dari Andi Merya secara bertahap melalui transfer. Jumlah uang seluruhnya yang mereka bertiga terima adalah Rp 2,405 miliar.
Setelah menerima uang itu, Ardian menandatangani surat yang berisi pertimbangan bahwa Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur dipertimbangkan dapat menerima pinjaman paling besar Rp 151 miliar.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini