TEMPO.CO, Jakarta - Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel ikut menanggapi kasus korban begal jadi tersangka di Nusa Tenggara Barat. Korban bernama Amaq Sinta (AS) ditetapkan tersangka setelah membunuh dua dari empat begal yang menghadangnya.
Reza menjelaskan untuk menakar kebenaran klaim pelaku atau terdakwa, orang yang dibegal dan melakukan pembelaan diri, dalam pengadilan, hakim bisa memeriksanya dengan beberapa parameter.
“Semakin banyak unsur-unsur parameter yang terpenuhi, semakin diterima pula klaim pembelaan diri itu oleh hakim,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Sabtu, 16 April 2022.
Parameter pertama, kasus ini sepenuhnya dipicu oleh pihak eksternal, adalah terpenuhi. Kedua, tidak ada jeda yang memungkinkan pelaku mengendalikan diri, meredakan emosi, dan menimbang-nimbang perbuatan yang akan ia lakukan, juga terpenuhi.
Ketiga, terkait dengan perbuatan setara dengan provokasi yang ia terima. “Cek pembegalannya seperti apa? Apakah bisa membuat target kehilangan nyawa? Apa motif korban begal membawa sajam? Seberapa jauh sajam yang dibawanya berpengaruh terhadap perilaku agresif pelaku?” katanya.
Jika ketiganya terpenuhi, Reza melanjutkan, maka hitung-hitungan di atas kertas, klaim pembelaan diri akan diterima hakim. Dengan kata lain, pelaku atau orang yang dibegal itu pada dasarnya memang bersalah karena membunuh orang.
Namun, hukum di Indonesia mengenal alasan pembenar dan alasan pemaaf. “Nah, siapa tahu hakim nantinya akan memaklumi alasan-alasan itu,” tutur dia.
Reza memberikan contoh, sekitar empat tahun lalu Kapolres Metro Bekasi Kota pernah memberikan penghargaan kepada warga yang berhasil melumpuhkan begal. “Jadi, benar kata buku: tempo-tempo otoritas penegakan hukum cukup mafhum bahwa vigilantisme patut didukung,” ujar dia.
Korban begal dalam kasus ini berinisial AS, pria asal Kabupaten Lombok Tengah. Sementara terduga pelaku begal yang diduga tewas di tangan AS, berinisial OWP dan PE. Menurut hasil visum, mereka tewas dengan luka tusuk di bagian dada dan punggung hingga menembus paru-paru.
Sedangkan nasib dua rekan lainnya berinisial HO dan WA, yang disebut bertugas memantau situasi dari belakang, melarikan diri setelah mengetahui dua rekannya, OWP dan PE tewas.
Kasus ini menjadi sorotan, bahkan Polda NTB mengambil alih penanganan kasusnya. Hasil penyidikan sementara, dalam kasus ini, polisi telah menetapkan AS sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 338 KUHP subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP juncto Pasal 49 ayat 1 KUHP.
Pasal 338 KUHP subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP tersebut mengatur tentang perbuatan pidana pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain. Namun kedua pasal tersebut dikaitkan dengan Pasal 49 ayat 1 KUHP tentang Pembelaan Terpaksa (Noodweer) yang menyatakan AS tidak dapat dipidana.