TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan terhadap mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto di kasus korupsi pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional tahun 2021.
“Tersangka MAN kembali dilakukan perpanjangan penahanan untuk 30 hari ke depan berdasarkan penetapan penahanan dari Pengadilan Tipikor,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, Senin, 4 April 2022. Perpanjangan penahanan dihitung dari 3 April sampai 2 Mei 2022 di Rutan KPK Gedung Merah Putih.
Ali mengatakan pemanggilan saksi-saksi masih terus diagendakan oleh Tim Penyidik sebagai bentuk pengumpulan alat bukti dalam melengkapi berkas perkara penyidikan.
KPK menetapkan Ardian Noervianto menjadi tersangka kasus suap pengurusan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021. “KPK meningkatkan status penanganan perkara ke tahap penyidikan dengan menetapkan tersangka,” kata Deputi Penindakan KPK Karyoto di kantornya, Jakarta, Kamis, 27 Januari 2022.
KPK menetapkan Ardian menjadi tersangka penerima suap, bersama dengan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M. Syukur Akbar. Sementara, Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur ditetapkan menjadi tersangka pemberi suap.
Karyoto mengatakan sebagai Dirjen Bina Keuangan Daerah, Ardian memiliki wewenang melaksanakan pemberian pinjaman pemulihan ekonomi nasional tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur. Ardian memiliki wewenang menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri atas permohonan yang diajukan pemerintah daerah.
Pada Maret 2021, Andi Merya yang baru menjabat bupati menghubungi Laode. Andi meminta bantuan mengurus pengajuan dana PEN. Laode lalu mempertemukan Andi dengan Ardian di kantor Kemendagri pada Mei 2021. Di sana, Andi meminta pinjaman dana PNE sebanyak Rp 350 miliar. “Dia meminta tersangka MAN (Ardian) mengawal dan mendukung proses pengajuan,” kata Karyoto.
KPK menduga Ardian selanjutnya meminta jatah fee 3 persen dari nilai pengajuan pinjaman. Andi Merya menyetujuinya dan mentransfer duit Rp 2 miliar ke rekening Laode. KPK menduga uang itu dibagi dua, Ardian mendapatkan Rp 1,5 miliar dan Laode mendapatkan Rp 500 juta.
Atas pemberian itu, penyidik menduga Ardian menggolkan permohonan pinjaman dari Kabupaten Kolaka Timur dengan bukti draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan. KPK, kata Karyoto, menduga Ardian juga menerima uang dari pengurusan dana PEN di daerah lainnya.