INFO NASIONAL-- FMCG Insights meminta Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin) tidak mengintervensi tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait rencana badan itu membuat aturan pelabelan potensi bahaya Bisfenol A atau BPA—bahan kimia yang bisa menyebabkan kanker dan kemandulan—pada galon berbahan polikarbonat (bahan plastik keras).
“Apalagi asosiasi itu sampai mengeluarkan pernyataan ‘sapu jagat’ yang menjamin 100 persen bahwa air minum dalam galon guna ulang aman dikonsumsi,” kata Koordinator Advokasi FMCG Insights, Willy Hanafi, saat dihubungi Selasa 1 Maret.
Menurut Willy, Aspadin sebagai lobi dagang industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), sebaiknya membiarkan BPOM berkonsentrasi menjalankan amanatnya sesuai undang- undang dan peraturan. Sebagai lembaga pemerintah yang berwenang mengawasi mutu dan keamanan pangan di Indonesia, lanjutnya, BPOM pasti telah memiliki kajian mendalam, pertimbangan matang dan antisipasi akan masa depan, sehingga sampai mempertimbangkan untuk membuat aturan pelabelan potensi bahaya BPA pada manusia. “Janganlah pengusaha sedikit-sedikit mengintervensi kerja dan tugas lembaga pemerintah dalam urusan yang sangat penting ini,” ujar mantan Direktur LBH Bandung ini.
Willy menanggapi pernyataan Ketua Umum Aspadin, Rachmat Hidayat, yang mendesak BPOM menghentikan pembahasan rancangan peraturan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang. Seperti dilansir Kompas.com (28 Februari 2022), Rachmat, yang sekaligus Direktur Government Relations Danone Aqua, gergasi air minum kemasan yang menginduk ke Perancis, berdalih produk galon guna ulang yang beredar di pasar sudah memenuhi semua persyaratan di dalam perundang-undangan sehingga aman dikonsumsi masyarakat.
Mengutip Kantor Berita Antara pada 30 Januari 2022, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang, mengungkapkan pihaknya menemukan "sejumlah kecenderungan mengkhawatirkan" terkait luluhnya BPA pada galon guna ulang yang berbahan polikarbonat. Penemuan itu,berdasarkan atas uji sampel postmarket yang dilakukan BPOM selama periode 2021- 2022 di seluruh Indonesia.
Hasilnya kelompok rentang bayi (usia 6-11 bulan) berisiko terpapar BPA 2,4 kali dari batas aman sementara anak-anak (usia 1-3 tahun) 2,12 kali. Menurut Rita, BPOM mulai merencanakan revisi pelabelan BPA pada galon berbahan polikarbonat antara lain karena belajar dari tren di banyak negara.
Di sejumlah negara, galon berbahan polikarbonat sudah dilarang beredar jika tidak mencantumkan label peringatan potensi bahaya BPA. Negara Bagian California di Amerika Serikat misalnya telah menerapkan aturan tersebut sejak 2015.
Berdasarkan itulah, Willy mengingatkan industri air kemasan yang masih menggunakan galon berbahan polikarbonat—yang berisiko mengalami peluruhan BPA—untuk mengantisipasi dan beradaptasi dengan kemajuan dan perkembangan sains.
Menurutnya, pengetahuan umat manusia selalu berkembang, karena itulah manusia menjadi makhluk yang paling bisa bertahan. “Sesuatu yang dulu kita anggap aman, belum tentu saat ini sama sekali tidak berisiko,” katanya. Karenanya, dia menyesalkan pihak asosiasi yang terlalu cepat menuding wacana pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang sebagai bagian dari kampanye hitam atau hoaks terhadap industri.
Bahkan, pihak asosiasi, kata Willy, menyatakan rancangan peraturan BPOM terkesan telah membenarkan kampanye hitam atau hoaks. Percayakan persoalan ini kepada BPOM, sehingga mereka bisa mengerjakan tugas dan fungsi mereka dengan baik. “Jika kita tak percaya pada BPOM, siapa lagi yang harus kita percayai untuk mengawasi mutu dan keamanan pangan di negeri ini,” ujarnya.
Willy juga mengaku heran kepada asosiasi yang selalu mengaitkan wacana pelabelan BPA dengan isu sampah plastik. Padahal, jika aturan pelabelan BPA pada galon guna ulang terbit, sampah plastik tidak sekonyong-konyong bertambah banyak. "Persoalan polusi sampah plastik AMDK yang menjadi keprihatinan nasional berlatar banyak hal, termasuk tingginya produksi kemasan ukuran gelas yang notabene lebih mudah tercecer dan mengotori lingkungan," katanya.
Aturan pelabelan BPA itu sama sekali tidak akan melarang penggunaan galon guna ulang, tapi hanya melabelinya agar konsumen mendapat informasi menyeluruh. “Informasi yang benar dan pasti tentang suatu produk merupakan hak konsumen yang dijamin dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen,” kata Willy. “Jadi jangan ditutupi atau dikurangi.”(*)