TEMPO.CO, Jakarta - Edy Mulyadi menghadapi sejumlah laporan karena pernyataannya mengkritik rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Dalam video yang beredar, Edy menyebut lokasi ibu kota baru sebagai tempat jin buang anak.
Kuasa Hukum Edy Mulyadi, Djudju Purwanto, menjelaskan bahwa ungkapan yang disampaikan Edy tidak ditujukan kepada masyarakat tertentu.
“Beliau lebih kepada substansinya adalah bahwa Kalimantan Timur itu tempat yang luas, masih banyak hutannya, masih sepi, dan secara serta merta ibu kota dipindahkan ke sana,” ujar dia saat dihubungi pada Ahad, 30 Januari 2022.
Selain itu, Djudju melanjutkan, kliennya sudah menyampaikan permintaan maaf sebanyak dua kali atas dugaan kasus ujaran kebencian terhadap warga Kalimantan. Dia menerangkan seharusnya pihak yang merasa menjadi korban baik individu maupun kelompok bisa berbesar hati menerima itu.
“Beliau sudah menyatakan permintaan maaf dua kali, baik melalui media sosial maupun video. Itu sudah ada,” katanya.
Pagi ini, Senin, 31 Januari, Edy akan hadir untuk memenuhi panggilan Bareskrim Polri, tepatnya pada pukul 10.00 WIB. Menurut Djudju, untuk memenuhi panggilan tersebut, pihaknya akan mengikuti prosedur yang ada, termasuk materi apa yang akan dikonfirmasi penyidik kepolisian.
Panggilan pemeriksaan tersebut merupakan tahap dua karena pada panggilan pertama pada 28 Januari, Edy tidak hadir dan hanya diwakili tim kuasa hukum. Edy Mulyadi dipanggil ke Mabes Polri sebagai saksi atas kasus ujaran kebencian.
Baca: Edy Mulyadi Siap Penuhi Hukum Adat ke Kalimantan, Tapi...