TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto mengapresiasi tuntutan jaksa yang menuntut hukuman mati terhadap terdakwa kasus dugaan pemerkosaan 13 santriwati di Bandung, Herry Wirawan. Dia berharap majelis hakim dapat mengabulkan tuntutan tersebut.
"Kalau itu yang menjadi tuntutan jaksa tentu kita apresiasi setinggi-tingginya. Artinya tuntutan jaksa itu seiring dan sejalan dengan kemauan masyarakat yang memang mengutuk keras peristiwa itu, perilaku Herry terhadap anak-anak santri," kata Yandri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 12 Januari 2022.
Dia berharap hukuman maksimal terhadap Herry Wirawan dalam menimbulkan efek jera di masyarakat agar tidak terjadi lagi perbuatan dan kejahatan yang sama.
Menurut dia, siapa pun anak bangsa yang perilakunya menyimpang dan pelaku kejahatan seksual bisa berpikir seribu kali untuk melakukan hal-hal yang tidak manusiawi seperti yang dilakukan Herry.
Yandri juga berharap kasus tersebut menjadi titik awal dalam penanganan kasus kekerasan seksual secara serius dan maksimal di semua daerah.
"Mudah-mudahan 'pesan' melalui pengadilan di Bandung itu akan menjadi titik awal kita untuk secara serius menangani masalah perilaku kekerasan seksual atau pelecehan seksual di semua daerah, termasuk di semua tingkatan, apa itu di masyarakat umum ataupun di lembaga pendidikan," ujarnya.
Karena itu Yandri berharap agar hakim bisa mengabulkan tuntutan jaksa, untuk menghukum berat pelaku agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Sebelumnya, terdakwa kasus dugaan pemerkosaan terhadap 13 santriwati Herry Wirawan (36) dituntut hukuman mati oleh jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat.
Kepala Kejati Jawa Barat Asep N Mulyana mengatakan tuntutan hukuman mati itu diberikan kepada Herry Wirawan karena aksi asusilanya hingga menyebabkan para korban mengalami kehamilan dinilai sebagai kejahatan yang sangat serius.
"Kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai bukti, sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku," kata Asep di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/1).
Menurut dia, pertimbangan hukuman mati itu diberikan karena kejahatan Herry dilakukan kepada anak asuhnya ketika dirinya memiliki kedudukan atau kuasa sebagai pemilik pondok pesantren.
Dia menilai, perbuatan terdakwa bukan saja berpengaruh kepada kehormatan fisik, tapi berpengaruh ke psikologis dan emosional para santri keseluruhan.
Dan yang menurut dia paling berat, yakni Herry menggunakan simbol-simbol agama dan pendidikan untuk melancarkan aksinya tersebut.
Selain itu, Asep mengatakan pihaknya memberikan sejumlah penambahan tuntutan hukuman lain kepada terdakwa yang melakukan aksi tidak terpuji tersebut. Herry Wirawan oleh jaksa dituntut untuk membayar denda sebesar Rp500 juta, dan juga dituntut membayar restitusi kepada para korban sebesar Rp331 juta.
"Kami juga meminta kepada hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan berupa pengumuman identitas, identitas terdakwa disebarkan, dan penuntutan tambahan berupa kebiri kimia," kata Asep.