TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan Masyarakat mendesak agar ketentuan dispensasi karantina mandiri bagi pejabat dicabut. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Satgas Covid-19 Nomor 25 Tahun 2021.
“Kami mendesak Presiden Joko Widodo meminta Ketua Satgas Covid-19 mencabut SE Kasatgas dan menggantinya dengan ketentuan yang lebih berlandaskan pada sains dan berkeadilan bagi masyarakat,” kata perwakilan koalisi yang juga relawan LaporCovid-19, Firdaus Ferdiansyah, dalam keterangannya, Jumat, 17 Desember 2021.
Firdaus mengatakan, SE tersebut diskriminatif dan tidak adil karena mengistimewakan pejabat. Salah satunya pada poin nomor 5, bahwa masa karantina 10 kali 24 jam dapat diberikan dispensasi pengurangan durasi pelaksanaan karantina mandiri kepada WNI pejabat setingkat eselon I ke atas.
Menurut Firdaus, Covid-19 tidak mengenal jabatan, jenis kelamin, umur, dan waktu. Sebaliknya, kata dia, siapapun bisa terinfeksi ketika melakukan kontak dengan seseorang yang sudah terjangkit sebelumnya.
Selain itu, koalisi menilai SE Satgas Nomor 25 Tahun 2021 itu dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Di tengah ancaman varian Omicron, Firdaus menilai pemerintah mestinya mengambil langkah pencegahan dan mitigasi risiko penularan kasus lebih ketat.
“Karenanya, pengetatan dan pemusatan karantina harus dipatuhi oleh setiap orang termasuk pejabat untuk memastikan perlindungan kesehatan seluruh masyarakat dari ancaman Covid-19,” kata dia.
Koalisi menyatakan, keistimewaan bagi pejabat ini tidak diatur pada SE Satgas sebelumnya. Sehingga, pengubahan aturan karantina yang tumpul kepada pejabat tertentu menunjukkan kebijakan ini tidak dibangun berdasarkan ilmu kesehatan masyarakat.
Di samping itu, Firdaus mengatakan beberapa kasus pelanggaran karantina yang dilakukan warga asing, selebritas, hingga anggota DPR seharusnya menjadi evaluasi pemerintah untuk mengetatkan kembali ketentuan dan pelaksanaan di lapangan.
“Kasus suap karantina, pengistimewaan pejabat tertentu serta pengubahan aturan karantina SE Covid-19 25/2021 merusak rasa keadilan masyarakat. Konsekuensinya, wajar jika masyarakat semakin tidak percaya kepada pemerintah,” kata Firdaus.