Dikutip dari Law.ui.ac.id, hukuman kebiri ini efektif jika diberikan pada pelaku yang menderita gangguan pedhopilia. Pengidap pedhopilia secara kesehatan terganggu dapat disembuhkan dengn mengurangi hormon pelaku.
Kebiri kimia secara medis dapat menekan dorongan seksual dan menghentikannya agar tidak muncul kembali.
Dengan diberikan tindakan kebiri kimia dan dibarengi rehabilitasi secara psikis akan berangsur menghilangkan dorongan seksual menyimpang.
Ditegaskan oleh Nathalina Naibaho, dosen Studi Hukum Pidana FHUI dalam Law.ui.ac.id, kebiri kimia bukan hanya sanksi untuk rehabilitasi namun juga bentuk tanggung jawab dan pembalasan pada tindakan yang telah dilakukan. Selain itu bisa menjadi tindakan pencegahan.
Meski beberapa pihak mendukung hukuman tambahan ini, Komnas HAM tidak berpandangan serupa.
Menurut penjelasan Sandrayati Moniaga, Komisioner Pengkajian dan Penelitian, Komnas HAM RI dalam komnasham.go.id menyebut, tindakan tersebut tidak manusiawi atau merndahkan martabat manusia.
Ia berpendapat bahwa kebiri kimia merupakan prosedur medis yang harus mendapatkan persetujuan. Selain itu, penambahan pidana kebiri kimia tidak akan secara substantif mengatasi persoalan akses keadilan yang dihadapi oleh korban.
Tak hanya Sandra, Komisioner KPAI Putu Elvina mengatakan bahwa Undang-Undang yang mengatur hukum kebiri kimia tersebut tidak memiliki sumbangsih terhadap penurunan kekerasan seksual terhadap anak.
Baca juga : Istri Ridwan Kamil Bantah Menutupi Kasus Pemerkosaan Santriwati di Bandung
TATA FERLIANA