TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan Achmad Baidowi menilai perilaku guru yang memperkosa 12 santriwati di Bandung tidak mewakili kehidupan pesantren secara umum.
“Yang dilakukan Herry merupakan perilaku individu yang mengedepankan nafsu bejatnya, bukan mewakili kehidupan pesantren secara umum,” kata Achmad Baidowi dalam keterangannya, Jumat, 10 Desember 2021.
Achmad mengatakan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan yang lahir sebelum Indonesia merdeka, sudah mencetak kader-kader terbaik bangsa. Selain itu, masih banyak pesantren yang mampu mengukir prestasi membanggakan dan melahirkan kader-kader andal.
Menurut dia, kasus HW yang memperkosa belasan santriwati sangat tidak manusiawi dan telah menodai nama baik pesantren. Ia pun mendukung sikap tegas Kementerian Agama yang mencabut izin operasional pesantren pimpinan HW, dan memasukkan namanya dalam daftar hitam tokoh yang tidak boleh lagi diberi izin mengelola pendidikan model apapun.
Dengan pencabutan izin tersebut, Sekretaris Fraksi PPP DPR ini menilai negara telah hadir melindungi dan menjaga keberlangsungan pesantren melalui UU tentang Pesantren, dan Perpres Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren.
Achmad juga mendukung aparat hukum memberikan hukuman berat pada pelaku. “Serta mengungkap pihak-pihak yang turut serta memuluskan rencana aksi bejat tersebut,” kata dia.
Kasus dugaan pemerkosaan terhadap belasan santriwati ini mulai terungkap sejak adanya laporan sekitar Mei 2021 ke Polda Jawa Barat. Laporan ditindaklanjuti dengan penyelidikan hingga berkas perkara lengkap dan dilimpahkan ke kejaksaan. Dari kasus tersebut, HW yang merupakan pemilik pondok pesantren di Bandung melakukan pemerkosaan terhadap 12 orang santriwati. Akibatnya, beberapa santri hamil hingga melahirkan beberapa anak.