TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) mendesak pengusutan penembakan oleh polisi terhadap masyarakat adat Desa Tamilouw, Maluku Tengah. Mereka menilai tindakan tersebut menyalahi prinsip due process of law.
Fatia Maulidiyanti, Koordinator KontraS, mengatakan penggunaan senjata api oleh Polres Maluku Tengah pada peristiwa tersebut sejatinya melanggar banyak regulasi yang berlaku. Salah satunya adalah Pasal 8 ayat 2 Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. "Alih-alih menggunakan prosedur berlaku, justru menunjukkan watak represif," kata dia saat dihubungi, Kamis 9 Desember 2021.
Fatia menyebut aksi yang dilakukan oleh kepolisian ini menyebabkan setidaknya 19 orang terluka termasuk di dalamnya adalah anak-anak dan lansia. "Kami dari KontraS mengecam keras tindakan tersebut dan menuntut upaya pengusutan dari pihak terkait," kata dia.
Perihal insiden penembakan tersebut, Polda Maluku telah menurunkan tim Propam ke Desa Tamilou, Kecamatan Amahi, Kabupaten Maluku Tengah guna melakukan pemeriksaan terkait insiden penembakan yang melukai belasan warga akibat perampasan senjata api (Senpi).
"Tim Propam Polda sudah diturunkan ke TKP untuk menyelidik apakah langkah yang dilakukan anggota kami sudah sesuai prosedur dan koridor atau belum," kata Kabid Humas Polda Maluku, Komisaris Besar M. Roem Ohoirat di Ambon, Selasa 7 Desember 2021.
Menurut dia, kalau memang itu tidak sesuai maka terhadap mereka tentunya akan diambil tindakan. Namun, sebaliknya kalau setiap langkah yang diambil sudah sesuai prosedur yang berlaku maka kepada mereka di lapangan tidak bisa dipersalahkan.
"Tetapi kita tunggu hasilnya seperti apa, dan barusan saya komunikasi dengan salah satu tokoh di sana yang mengakui tadi memang sempat terjadi aksi perampasan senjata, baik senjata genggam maupun senjata bahu dan terjadi tarik-menarik sehingga ada yang keluarkan tembakan," ujar Roem.
Pada 7 Desember, anggota Polres Maluku Tengah yang terdiri dari Satuan Brimob, Shabara, beberapa anggota Polres dan Polsek masuk ke Desa Tamilou, Kecamatan Amahai untuk menangkap 11 pelaku diduga terlibat penebangan tanaman dan pembakaran kantor Desa Tamilou pada beberapa waktu lalu.
Para pelaku ini sudah dipanggil berulang kali, dan polisi juga melakukan pendekatan terhadap tokoh masyarakat Tamilou untuk menyerahkan diri. Namun, karena mereka tidak kooperatif sehingga dilakukan penangkapan.
Penangkapan ini dipimpin Kapolres Maluku Tengah, Ajun Komisaris Besar Rosita Umasugy dengan melibatkan pasukan gabungan dari Polres dan Brimob serta Polsek. Polisi berhasil menangkap lima dari 11 orang pelaku tersebut, kemudian masyarakat langsung berkerumun dan membunyikan tiang listrik dan datang melakukan penghadangan terhadap anggota polisi.
"Sempat juga ada usaha warga merebut senjata anggota, baik laras pendek maupun yang laras panjang sehingga terjadi tarik menarik, ada pula pelemparan terhadap anggota menyebabkan tujuh orang terluka, dan empat unit kendaraan rusak," kata Roem.
Untuk membubarkan massa, maka anggota polisi melepaskan tembakan peringatan dan gas air mata sehingga ada warga yang terkena peluru pistol atau pun peluru karet.
Sebanyak 18 warga Desa Tamilou, Kecamatan Amahai di Kabupaten Maluku Tengah terkena tembakan pada Selasa 7 Desember sekitar pukul 05:20 WIT.
"Seluruh korban, tiga diantaranya ibu-ibu saat ini sementara menjalani perawatan medis di Puskesmas Tamilou. Namun, dua orang di antaranya telah dirujuk ke RSUD Masohi," kata tokoh masyarakat Tamilouw, Habiba Pelu.
Akibat insiden tersebut, tokoh masyarakat, sesepuh, mahasiswa, dan pemuda Tamilou di Kota Ambon langsung menemui Wakapolda Maluku Brijen Pol Jan de Fretes dan didampingi Kabid Humas Kombes Pol M. Roem Ohoirat untuk melaporkan dan meminta pertanggungjawaban Kapolres Maluku Tengah, AKBP Rosita Umasugy.
MIRZA BAGASKARA | ANTARA
Baca juga: Penembakan Misterius 1980an Ribuan Korban Jiwa, Petrus Beraksi Pertama di Yogya