TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 5 November, adalah hari kelahiran Sam Ratulangi, seorang Pahlawan Nasional yang juga Gubernur pertama Sulawesi. Dilansir dari buku “Pahlawan Nasional DR. G. S. S. J. Ratulangi”, Sam Ratulangi lahir di Tondano pada tanggal 5 November 1890. Pria yang memiliki nama lengkap Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi ini merupakan anak ketiga dari keluarga Josias Ratulangi dan Agustina Gerungan.
Gamal Kamandoko dalam bukunya berjudul “Kisah 124 Pahlawan & Pejuang Nusantara” menyebutkan bahwa Sam Ratulangi mengawali pendidikannya di Sekolah Dasar Belanda di Tondano. Setelah lulus, Sam Ratulangi melanjutkan pendidikan ke Hoofden School atau Sekolah Raja yang setingkat SMP, dan lanjut ke Sekolah Teknik Koninginlijke Wilhelmina School yang saat ini bernama SMK Negeri 1 Jakarta Budi Utomo pada tahun 1908.
Sam Ratulangi kemudian mendapatkan ijazah guru pengetahuan pasti di Universitas Amsterdam pada tahun 1915. Sam Ratulangi melanjutkan pendidikan ke Swiss dan mendapatkan gelar Doktor der Natur-Philosophie dalam bidang Pengetahuan Pasti dan Pengetahuan Dunia di Universitas Zurich pada tahun 1919 dan kembali ke Indonesia.
Selama hidupnya, Sam Ratulangi memiliki pengalaman yang kaya. Berdasarkan beberapa literatur, disebutkan bahwa Sam Ratulangi pernah menjadi guru, pengusaha, politisi, jurnalis, penulis bahkan Gubernur pertama Sulawesi.
Masykuri dalam bukunya berjudul “Dr. GSSJ. Ratulangi” menyebutkan bahwa sekembalinya ke Indonesia, Sam Ratulangi pindah ke Yogyakarta untuk mengajar matematika dan sains di sekolah teknik Prinses Juliana School. Setelah tiga tahun, Sam Ratulangi pindah ke Bandung untuk mendirikan perusahaan asuransi bernama Assurantie Maatschappij Indonesia dengan Roland Tumbelaka, dokter yang berasal dari Minahasa.
Pada 1927, Sam Ratulangi diangkat menjadi anggota Dewan Rakyat (Volksraad) untuk mewakili rakyat di Minahasa. Selama menjabat, ia terus menuntut penghapusan dari segala perbedaan politik, ekonomi, dan intelektual kolonial Pemerintah Belanda.
Sam Ratulangi menikah dengan DR. E. E. Houtman (Kinder Arts) di Bandung dan memperoleh 2 orang anak. Sam Ratulangi kemudian menikah lagi dengan M. C. J. Tambayong pada tahun 1928 dan memperoleh 3 orang anak.
Sam Ratulangi juga dekat dengan dunia jurnalis. Pada tahun 1934, Sam Ratulangi tercatat sebagai anggota redaksi surat kabar Mingguan “Peninjauan”. Ia juga sempat menjadi editor Nationale Commentaren, sebuah majalah berita yang berbahasa Belanda. Sam Ratulangi memanfaatkan posisi ini untuk menulis pendapat-pendapat yang menentang tindakan tidak adil dari pemerintah kolonial dan sebagai medium upaya penyadaran masyarakat.
Kecintaannya terhadap dunia literasi membuat Sam Ratulangi juga menulis buku. Pada tahun 1937, ia menerbitkan buku berjudul “Indonesian in de Pacific”. Buku ini berisi tentang ramalannya terhadap kemungkinan Jepang menyerang Indonesia untuk mengambil sumber daya alam dan memperingatkan masyarakat akan kemungkinan ini.
Sam Ratulangi juga berjasa terhadap kemerdekaan Indonesia. Ia adalah anggota PPKI yang mewakili Sulawesi. Setelah kemerdekaan Indonesia, Sam Ratulangi diangkat menjadi Gubernur Sulawesi pada tanggal 19 Agustus 1945 hingga 30 Juni 1949.
Sayang, Sam Ratulangi harus meninggal sebagai tawanan agresi militer Belanda II pada 30 Juni 1949. Ia dimakamkan di Tondano. Atas jasa-jasanya itu, nama Sam Ratulangi diabadikan dalam nama bandar udara di Manado yaitu Bandara Sam Ratulangi dan Universitas Negeri di Sulawesi Utara yaitu Universitas Sam Ratulangi. Sam Ratulangi juga dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional secara anumerta oleh Soekarno pada Agustus 1961.
NAUFAL RIDHWAN ALY
Baca: Sitou Timou Tumao Tou, Filosofi Minahasa Sam Ratulangi Relevan Sepanjang Masa
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.