TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, meminta agar pelaporan mahasiswi di Aceh Besar yang diduga menjadi korban pemerkosaan tidak dihambat karena alasan administrasi. Pernyataan Poengky itu menanggapi sikap kepolisian di Banda Aceh yang menolak laporan karena pelapor belum vaksin Covid-19.
“Toh ada pengukur suhu badan dan fasilitas cuci tangan. Ini namanya masalah administrasi menghambat substansi,” kata Poengky kepada Tempo, Rabu, 20 Oktober 2021.
Seorang mahasiswi di Aceh Besar yang merupakan korban upaya pemerkosaan sebelumnya ditolak saat hendak melaporkan peristiwa itu ke Kepolisian Resor Kota Banda Aceh. Alasan polisi saat itu karena wanita tersebut belum vaksin Covid-19.
Menurut anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Qodrat yang mendampingi kasus itu, ia dan korban mendatangi Polresta Banda Aceh. Namun petugas jaga di pintu melarang mereka untuk masuk jika belum divaksin. Pun ketika korban dugaan pemerkosaan menyatakan memiliki riwayat penyakit dan mempunyai surat keterangan tak bisa divaksin, ia tetap tak diperbolehkan melapor.
Poengky mengatakan kasus pemerkosaan atau percobaan pemerkosaan merupakan perkara pidana serius yang membutuhkan penanganan cepat dan khusus. Ia menyayangkan tindakan polisi yang menolak pelapor dengan alasan tidak dapat menunjukkan sertifikat vaksin.
Ia berharap petugas yang melarang tersebut diperiksa dan diberikan pemahaman. Poengky juga meminta kepolisian melakukan evaluasi agar masyarakat yang melapor dapat terlayani dengan baik, sekaligus dapat mencegah penyebaran Covid-19.
Menurut Poengky, polisi sudah memiliki hotline 110 dan berbagai aplikasi yang memudahkan pelaporan, yaitu Dumas Presisi dan Propam Presisi. Sehingga, masyarakat dapat mencoba pelaporan ke polisi melalui sarana tersebut. “Sosialisasikan lebih masif tentang hotline 110 dan aplikasi Dumas Presisi,” ujar anggota Kompolnas.
Baca juga: Polda Aceh Bantah Tolak Laporan Kasus Pemerkosaan karena Korban Belum Vaksin
FRISKI RIANA